samudrafakta.com
Bedah Fakta

KH. Hasyim Asy’ari: Penyeru Resolusi Jihad, Kukuh Merawat Kehormatan Bangsa Indonesia

Situasi tersebut, menurut Muhibbin, menemukan relevansinya ketika ditarik hubungan kronologis antara peristiwa pertempuran 10 November 1945 di Surabaya dengan Resolusi Jihad yang diumumkan pada pertemuan ulama-ulama NU se-Jawa dan Madura pada 21-22 Oktober 1945—atau 18 hari sebelum pecah pertempuran.

“Sayangnya, sejarah nasional Indonesia tidak mencantumkan catatan penting mengenai Resolusi Jihad sebagai konteks peperangan yang akhirnya ditandai secara nasional sebagai Hari Pahlawan tersebut. Hilangnya fragmen penting itumerupakan bias dari historiografi sejarah nasional yang lebih bernuansa elitis dan politis,” kata Muhibbin, yang juga salah satu pengajar di UIN Sunan Ampel Surabaya ini.

Fatwa jihad KH. Hasyim Asy’ari tersebut, menurut catatan Muhibbin, sekaligus menampilkan cara berfikir fikih yang matang. Menurutnya, sejak Proklamasi Kemerdekaan dan pembentukan negara, Pemerintah RI adalah pemerintah yang sah sesuai syariat. Oleh karenanya, tidak diragukan lagi bahwa negeri Indonesia adalah negeri Islam. Maka dari itu, usaha merampas kemerdekaan Indonesia adalah usaha yang harus dilawan menurut titah Islam.

Di sinilah idiom keagamaan berupa “jihad fi sabilillah” melawan kembalinya kekuatan penjajah menemukan relevansi konseptualnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surah al-Hajj [22]: 39. Selain itu, juga sesuai pendapat al-Anshari dalam kitab Fath al-Wahhab berdasar nass yang sahih: “Fardlu `ain ialah wajib yang mesti dikerjakan oleh tiap-tiap orang Islam, yaitu apabila musuh telah menyerbu ke negeri Islam”.

Baca Juga :   KH. Wahab Chasbullah (3): Ahli Lobi, Inisiator Pembentukan GP Anshor dan Media NU

Mereka yang mati dalam jihad menegakkan titah Allah adalah mati di jalan Allah. Mereka mati syahid. Sikap tersebut, kata Muhibbin, merupakan ekspresi dari pandangan keagamaan Sunni yang lebih mengedepankan substansi Islam daripada formalitas.

Dalam pandangan politik (fiqh siyasi) Sunni, kata Muhibbin, berlakunya syariat Islam lebih penting dibanding menampilkan simbol-simbol Islam. Fatwa jihad yang dikeluarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari didasari oleh gaya berfikir seorang faqih yang mencerminkan penguasaan terhadap metode istinbath hukum serta penguasaan konteks kesejarahan dimana rumusan hukum yang dihasilkannya diterapkan. Ia tidak sekadar mengambil referensi hasil ijtihad ulama klasik, tetapi lebih dari itu, juga mengeksplorasi sumber-sumber otentik ajaran Islam dengan mempertimbangkan konteks kesejarahannya.

Artikel Terkait

Leave a Comment