samudrafakta.com
Bedah Fakta

KH. Hasyim Asy’ari: Penyeru Resolusi Jihad, Kukuh Merawat Kehormatan Bangsa Indonesia

NU, di bawah bimbingan Kiai Hasyim, mendirikan LP Ma’arif NU pada tahun 1938. Lembaga ini bergerak di bidang pendidikan. Pada tahun 1927, NU sudah mempunyai koperasi—hanya setahun setelah organisasi kemasyarakatan (ormas) ini didirikan. Koperasi ini berkembang menjadi Syirkah Mu’awanah pada 1937. Bahkan NU telah mempunya beberapa perusahaan.

Ketokohan KH. Hasyim Asy’ari diakui oleh semua kalangan. Pemikirannya tidak hanya diterima oleh kalangan umat Islam dari berbagai organisasi—yang sebelumnya berbeda orientasi ideologis—tetapi juga menginspirasi sekaligus diterima sebagai landasan bersikap menghadapi kekuatan imperialisme saat itu. Kredibilitasnya merupakan perpaduan karakter keulamaannya yang kuat, serta komitmen kebangsaan, kepemimpinan, dan wawasan kenegaraannya yang luas.

Ketika KH. Hasyim menjadi Rais Akbar NU sekaligus Rais Syuriyah Masyumi, pemikiran NU dan Masyumi menyatu untuk sebuah perjuangan besar izzul Islam wa al-Muslimin dalam bingkai NKRI. Soal bentuk negara, termasuk di dalamnya mekanisme suksesi (nasb al-imamah) boleh bermacam-macam, tetapi yang penting adalah berlakunya nilai-nilai universal Islam dan mengandung jaminan kebebasan bagi umat Islam untuk melaksanakan ibadahnya.

Baca Juga :   “Insya Allah NU Tak Pernah Jauh-Jauh dari Jokowi”

Sebagai pemimpin struktural Majelis Islam ‘Ala Indinesia (MIAI) pada masa penjajahan Belanda, dia sukses menyatukan umat Islam yang sebelumnya terpecah belah. MIAI adalah badan federasi bagi ormas Islam yang dibentuk dari hasil pertemuan 1821 September 1937.

MIAI mengoordinasikan berbagai kegiatan dan menyatukan umat Islam di Indonesia dalam menghadapi politik Belanda—seperti menolak undang-undang perkawinan dan wajib militer bagi umat Islam. Kiai Hasyim menjadi ketua badan legislatif, dengan 13 organisasi tergabung dalam MIAI.

MIAI berkembang menjadi organisasi besar yang mendapat simpati dari seluruh umat Islam Indonesia, sehingga Jepang mulai mengawasi kegiatannya. Setelah Jepang datang, MIAI dibubarkan dan digantikan dengan Masyumi.

Jepang sendiri kepincut dengan kepemimpinan Kiai Hasyim. Menurut Jepang, Kiai Hasyim sejatinya adalah calon kuat presiden pertama Indonesia. Namun, dengan gaya silent leader-nya, Kiai Hasyim malah meminta agar Jepang menunjuk orang lain, yaitu Bung Karno dan Bung Hatta. Namun, dari semua peran kepemimpinan itu, ada peran kepemimpinan yang lebih penting lagi: peran pemimpin secara kultural. Kiai Hasyim ada di hati umat saat itu.

Baca Juga :   Gerakan Sorban Biru 'All Out' Menangkan Prabowo-Gibran Satu Putaran, Lahir setelah Yaqut Dipanggil Jokowi ke Istana

Artikel Terkait

Leave a Comment