samudrafakta.com
Peristiwa

Saadoe’ddin Djambek: Penggagas Metode Hisab untuk Menentukan Awal Bulan Hijriyah

Saadoe'ddin Djambek. (Dok. Istimewa)
Pimpinan Pusat Muhammadiyah lazim menggunakan metode hisab hakiki untuk menetapkan awal Ramadhan. Metode ini mengadopsi pemikiran salah satu tokoh Muhammadiyah sekaligus ahli ilmu falak yang menjadi Ketua Badan Hisab dan Rukyat (BHR) pertama, Saadoe’ddin Djambek. 

Departemen Agama (Depag)—yang kini dikenal dengan nama Kemenag—dibentuk pada tahun 1946. Begitu Depag terbentuk, terbitlah regulasi tentang kewenangan menetapkan Hari Raya yang terkait dengan peribadatan sebagai hari libur.

Regulasi yang dimaksud adalah Penetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor 2/Um, yang diterbitkan oleh Presiden Sukarno dan Menteri Agama H. Rajidi di Yogyakarta pada 18 Juni 1946. Dalam konteks masa itu, penetapan tersebut menyebut, yang termasuk libur adalah Hari Raya Umum, Hari Raya Islam, Hari Raya Kristen, dan Hari Raya Tionghoa.

Sementara itu, dalam buku Agenda Kementerian Agama 1950 -1952, bab Keputusan Kementerian Agama Tentang Hari-Hari Besar, dijelaskan bahwa untuk menetapkan Hari Raya Islam, terutama permulaan Ramadhan, selain memperhitungkan peredaran bulan, juga berdasarkan rukyat.

“Maka oleh karena itu penetapan tanggal 1 Ramadan dan Idul Fitri pada pokoknya harus menunggu rukyatul hilal yang kelak akan diumumkan pada waktunya,” demikian kutipan bab buku tersebut.

Baca Juga :   Mengenal Diffuse Axonal Injury yang Dialami David Korban Pemukulan Mario Dandy

Dengan demikian, sejak tahun 1950-an awal, Depag sudah menentukan bahwa penetapan Ramadhan berdasarkan metode rukyat. Hanya saja, dalam buku tersebut tidak menyebutkan secara spesifik, apakah penentuan itu menggunakan Sidang Isbat atau tidak.

Pada masa Menteri Agama Saifuddin Zuhri, terbit Keputusan Menag Nomor 47/1963 tentang Perincian Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama, sebagai penyempurnaan regulasi sebelumnya.

Pasal 26 Kepmenag tersebut menguraikan 47 tugas Depag, yang di antaranya adalah, “Menetapkan tanggal-tanggal Hari Raya yang ditetapkan sebagai hari libur.”

Sejak saat itulah, berdasarkan Kepmenag tersebut, mekanisme penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha dilembagakan menjadi Sidang Isbat di Depag—di mana keputusannya diambil berdasarkan hasil rukyat.

Untuk mendukung pelembagaan agenda tersebut, Depag membentuk Badan Hisab dan Rukyat (BHR) pada tahun 1972. Badan ini dibentuk berdasarkan Kepmenag Nomor 76/1972.

Yang menjadi ketua pertama BHR adalah Saadoe’ddin Djambek, pakar ilmu falak terkemuka Muhammadiyah. Keanggotaan BHR terdiri dari para ulama atau ahli yang kompeten dari berbagai unsur organisasi dan instansi terkait.

Baca Juga :   PBNU Nonaktifkan Pengurus yang ‘Nyaleg’ dan Jadi Tim Pemenangan Paslon  

Artikel Terkait

Leave a Comment