samudrafakta.com
Layanan Publik

Hukum Berhaji di Luar Prosedur Resmi: Sebenarnya Sah, Tetapi Berdosa

Ilustrasi ibadah haji di Makkah. FOTO: Canva
JAKARTA—Kerajaan Saudi Arabisa (KSA) menerapkan aturan ketat soal visa saat ibadah haji 1445 Hijriah/2024. Ketertiban dan ketaatan hukum jamaah haji secara prosedural ini mengikat secara syariat, dan berimbas pada hukum syar’i ibadah haji jamaah. Lalu, bagaimana hukumnya bagi orang yang berangkat haji melalui ‘jalur belakang’?

Dalam menunaikan haji, selain disyaratkan mampu secara fisik atau kesehatan, yang tak kalah penting adalah mampu untuk tidak melanggar hukum dalam pelaksanaannya. Sebab, niat baik perlu dilakukan dengan baik pula. Kalau tidak, kemabruran hajinya dipertanyakan.

Untuk diketahui, ibadah yang “sah” dengan ibadah yang “berdosa” itu berbeda. Artinya, bisa jadi ada orang yang melakukan suatu ibadah, dan ibadahnya tetap sah, namun di saat yang sama dia juga berdosa.

Contoh ibadah yang sah tetapi berdosa itu seperti orang yang berpuasa namun sepanjang berpuasa berbuat bermaksiat. Puasanya bisa jadi sah, karena dia tidak membatalkannya, namun dia mendapatkan dosa karena puasanya diiringi dengan maksiat.

Terkait ibadah haji dan ketentuan administrasinya, sebagaimana yang diatur oleh pemerintah—baik Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia (KSA) maupun pemerintah setiap negara asal jamaah haji—Anggota Majelis Ulama Saudi, Syeikh Abdullah Bin Sulaiman Al Manie’, pernah mengeluarkan fatwa pada tahun 2010. Fatwa tersebut merespons kampanye “Tidak Boleh Haji Tanpa Izin” yang diluncurkan oleh Gubernur Makkah, Pangeran Khalid Al-Faisal.

Baca Juga :   Kemenag Bakal Larang Umrah Backpacker, Pengamat: Yang Adil dong!

Fatwa tersebut berbunyi, “Menaati aturan pemerintah dalam hal ini adalah kewajiban. Apalagi itu ditetapkan untuk kemaslahatan pelaksanaan haji. Nabi Saw. bersabda, ‘Mendengar dan taat kepada pemerintah menjadi kewajiban setiap Muslim, baik untuk keputusan yang dia sukai maupun yang dia benci, selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Jika dia diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak boleh didengar dan tidak boleh taat’. (HR. Bukhari 7144, Ahmad 6278 dan yang lainnya).”

Maka dari itu, dalam konteks pergi haji, seseorang yang pergi tanpa mendapatkan izin resmi dari pemerintah—seperti tidak mengantongi visa resmi—tetap sah hajinya, namun orang yang berlaku demikian dianggap berdosa kepada Allah Swt. Namun, Al-Manie’ menyangkal bahwa ibadah  haji tersebut batal dan dianggap tidak sah. Tetap sah, tetapi berdosa.

Lebih lanjut, Al-Manie’ menegaskan, ibadah haji tanpa izin pemerintah tetap sah dan tetap mendapatkan pahala dari ibadahnya kepada Allah Swt. Namun pelakunya berdosa karena tidak menaati peraturan pemerintah demi kemaslahatan seluruh jamaah haji.

“Orang yang melaksanakan ibadah haji tanpa izin pemerintah dianggap tidak taat hukum dan itu merupakan perbuatan dosa. Bahwa keputusan pemerintah adalah demi kepentingan jamaah haji dan menjaga dari ketidakteraturan,” ujar al-Manie’, sebagaimana dilansir harian Al-Ukadh pada tahun 2010 lalu.

Baca Juga :   Indonesia Dapat Tambahan 8 Ribu Kuota Haji

Sementara itu, jika mengacu kepada pendapat para fuqaha atau ahli fikih, maka kebijakan visa ketat terkait ibadah haji yang diterapkan Pemerintah KSA hukumnya boleh.

Artikel Terkait

Leave a Comment