samudrafakta.com
Bedah Fakta

Si Jenius R.M.P. Sosrokartono [1]: Nasionalis dan Guru Sejati yang ‘Dibegal’ Snouck Hurgronje

Raden Mas Panji (RMP) Sosrokartono muda. FOTO: Istimewa

Dicap Komunis

Sosrokartono pulang ke Indonesia dan menetap di Bandung sejak tahun 1927. Dia mengontrak sebuah rumah yang kemudian dikenal dengan “Dar Oes Salam”, di Jl, Pungkur No. 19, Bandung. Posisi bangunan tersebut saat ini berada tepat di depan Terminal Kebonkalapa, Kota Bandung.

Sebagaimana dicatat Haryoto Kunto dalam buku Wajah Bandoeng Tempo Doeloe, di rumah itulah Sosrokartono mengajarkan wawasan dan semangat nasionalismenya. Rumah tersebut, “Digunakan juga sebagai tempat berkumpulnya para pejuang kemerdekaan pada zaman penjajahan. Mereka yang mangkal di sana mendapatkan pelajaran dari Sosrokartono,” kata Haryoto.

Haroyoto menyebut Sosrokartono sebagai “sumber semangat”. Kakak Kartini itu, menurut Haryoto, menjadi penopang moril kaum pergerakan di Bandung, seperti Bung Karno dan kawan-kawannya.

Sementara itu, menurut Budya Pradipta, Ketua Paguyuban Sosrokartanan Jakarta dan dosen tetap bahasa, sastra, dan budaya Jawa Fakultas Sastra Universitas Indonesia (UI), Sosrokartono pernah diminta menjadi pimpinan Nationale Middelbare School atau Sekolah Menengah Nasional milik Taman Siswa. Dia berkantor di gedung Taman Siswa, Bandung, yang saat ini dikenal dengan nama Gedung Darussalam itu.

Baca Juga :   Si Jenius R.M.P Sosrokartono [3]: Penasihat Spiritual Sukarno, Mandor Klungsu, dan Joko Pring Si ‘Peramal’ Jitu

Beberapa nama besar dalam sejarah Indonesia juga tercatat pernah menjadi guru di sekolah Taman Siswa Bandung, antara lain, Ir. Sukarno, Dr. Samsi, Mr. Sunario SH, dan Mr. Usman Sastroamidjoyo.

Sejarah pun mencatat bahwa di gedung yang sama, Partai Nasional Indonesia (PNI) pimpinan Bung Karno dan Indonesisch Nationale Padvinders Organisastie pimpinan Abdoel Rachim, mertua Bung Hatta, juga pernah bermarkas.

Menurut laporan rahasia yang disusun oleh Van Der Plas, seorang pejabat Adviseur Voor Inlandse Zaken, tertulis bahwa Sosrokartono termasuk pelopor gerakan nasional Indonesia yang tidak dapat dipercaya oleh pemerintah kolonial Belanda.

Sementara itu, menurut laporan Komisi Istimewa, yang terdiri Herwerden dan Toxopeus, di mana laporan tersebut langsung disampaikan kepada Ratu Wilhelmina, menyebut jika Sosrokartono penganjur swadesi dan “sangat berbahaya bagi berlangsungnya ketenteraman dan kedamaian” di Hindia Belanda.

Maka dari itulah, keberadaan Sosrokartono di Bandung membuat Pemerintah Hindia Belanda curiga: bagaimana mungkin seorang bangsawan Jawa yang sangat cerdas, menguasai 37 bahasa, dan mempunyai jaringan kuat di Eropa mau hidup di tanah kelahirannya, jika tidak untuk menggalang kemerdekaan?

Baca Juga :   Si Jenius R.M.P. Sosrokartono [2]: Cucu Kiai Tasawuf dari Teluk Awur, Wartawan Agung, dan Santri Kiai Jombang

Berangkat dari kecurigaan itulah setiap saat intel-intel Belanda selalu mengawasi Sosrokartono di Bandung.

Untuk meredam pergerakan Sosrokartono, Belanda pernah menawarkan pekerjaan kepadanya. Akan tetapi Sosrokartono tegas menolak, dengan alasan ingin mengajar bangsanya agar menjadi bangsa yang tetap punya karakter ketimuran.

Karena penolakannya itu, Sosro harus berurusan dengan Christiaan Snouck Hurgronje—orang yang pernah menghalangi disertasinya—dan difitnah sebagai orang berpaham komunis. Ia pun dikucilkan dan diawasi ketat oleh Pemerintah Belanda.

Terkait tuduhan komunis terhadap dirinya, Sosrokartono pernah menyatakan pada sahabatnya, seorang mantan menteri kebudayaan Belanda Henrij Abendonan: “Saya bersumpah atas kubur ayah saya dan Kartini, bahwa saya tidak sekalipun pernah menganut paham Komunis, dan tidak lebih yang saya inginkan hanya bekerja dan mengabdi untuk pendidikan mental Anak Bangsaku sendiri.”

Artikel Terkait

Leave a Comment