samudrafakta.com

Perpanjangan Kontrak Freeport hingga 2061 Dinilai Terburu-buru, Masyarakat Adat Tak Dilibatkan

JAKARTA–Pemerintah Indonesia memperpanjang izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia atau PTFI hingga 2061. Keputusan yang dikritik sejumlah kalangan. Tak melibatkan masyarakat adat dan dianggap tidak memiliki alasan yang mendesak.

Dalam perpanjangan kontrak terbaru tersebut, Indonesia disebut akan memiliki hingga 61 persen saham PTFI, dari sebelumnya sebesar 51 persen.

Aktivis lingkungan hidup dan tokoh adat suku Kamoro Timika, Rony Nakiaya mengaku masyarakat adat pemilik hak ulayat di wilayah konsensi PTFI tidak dilibatkan dalam perpanjangan kontrak hingga 2061 itu.

“Sehingga bisa dikatakan (keputusan pemerintah memperpanjang kontrak PTFI) ini sepihak, banyak masalah yang masih belum selesai, sementara pemerintah mengambil kebijakan bersama perusahaan [sepihak],” kata Rony, dikutip dari BBC Indonesia, Rabu (5/6/2024).

Sebagai informasi, pada tahun 2018 Indonesia telah menguasai 51 persen saham PTFI. Namun, ujar Rony, hingga sekarang tidak ada manfaat yang dirasakan masyarakat adat yang terimbas aktivitas PTFI.

Dia mengaku pesimistis penguasaan saham kali ini, yang mencapai 61 persen, bisa memberikan dampak kepada masyarakat.

Baca Juga :   Presiden Ramah Tembakau (2—Habis): Gus Dur Beri Angin Segar Industri Iklan Rokok dan Tolak Fatwa Haram MUI

“Ini kira-kira dampaknya untuk masyarakat adat ini apa? Sementara dari sisi lingkungan sampai sekarang Freeport masih belum membenahi masalah lingkungan yang Freeport buat sendiri. Limbah tailing menumpuk di pantai, membuat akses transportasi masyarakat adat itu tersendat,” kata Rony.

Di sisi lain, menurutnya, penggusuran masyarakat adat di area konsensi tambang masih terus terjadi. “Yang saya lihat ini menjadi proyek bagi segelintir orang di dalam untuk menghabiskan program atau dana,” katanya.

Tokoh agama Katolik di Keuskupan Timika, Saulo Paulo Wanimbo, juga mempertanyakan siapa yang diuntungkan dari perpanjangan kontrak dan penambahan saham Indonesia di PTFI.

“Kalau untuk negara jelas untung. Tapi bagi masyarakat Papua, itu siapa yang menikmati hasilnya? Kita tahu pengolahan emas saja tidak di Timika tapi di Gresik,” kata Saulo.

Saulo menilai, hingga kini hasil dari PTFI tidak mampu memberikan kesejahteraan dan mengurangi pengangguran untuk masyarakat di Timika dan juga Papua.

Artikel Terkait

1 comment

Jalan Mulus Kontrak Freeport dan Janji Manis Presiden Jokowi – samudrafakta.com 5 Juni 2024 at 09:37

[…] Perpanjangan Kontrak Freeport hingga 2061 Dinilai Terburu-buru, Masyarakat Adat Tak Dilibatkan […]

Reply

Leave a Comment