samudrafakta.com

Wali Songo Tidak Hanya Satu Generasi

Upaya Islamisasi di Nusantara sudah berlangsung jauh sebelum masa dakwah Wali Songo generasi Sunan Ampel dan anak-anak serta muridnya—yang mulai berdakwah pada abad ke-15. Sebelum mereka, banyak ulama dari Arab yang telah berusaha mendakwahkan Islam di Nusantara dalam periode yang cukup panjang.  

Secara historis, bisa dikatakan bahwa institusi Wali Songo yang banyak dikenal saat ini—yang mengacu pada generasi Sunan Ampel dan setelahnya, yang gambar-gambar posternya banyak dipasang di rumah-rumah—baru muncul pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, bersamaan dengan lahirnya kerajaan Islam di Demak. Namun demikian, sebelum masa tersebut, telah ditemukan banyak jejak-jejak penyebaran agama Islam di Nusantara.

Maka dari itu, menurut Prof. Didin Nurul Rosidin, guru besar Sejarah Peradaban Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syekh Nurjati Cirebon, dalam buku Syekh Nurjati: Islamisasi Pra-Walisongo Di Cirebon Abad Ke-15, bisa dikatakan jika Wali Songo generasi Sunan Ampel bukanlah pelaku utama atau gerakan tunggal dalam Islamisasi di pulau Jawa dan Nusantara. Ada generasi sebelumnya yang sudah memulai upaya dakwah Islam.

Islam sendiri diyakini sudah masuk ke Nusantara sejak abad ke-7 M—atau sekitar 8 abad sebelum masa Sunan Ampel. Salah satu bukti bahwa Islam sudah masuk Nusantara jauh sebelum Sunan Ampel adalah, banyak literatur sejarah yang menunjukkan bahwa Islam telah ada di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, sejak abad ke-7.

Baca Juga :   Sunan Ampel (2): Menempuh Jalan Dakwah Kreatif

Dasar pendapat tersebut mengacu pada keberadaan makam tua di kompleks pemakaman Mahligai, Barus. Menurut para arkeolog, makam tersebut ada sejak abad ke-7 M. Di batu nisan makam tertulis nama Syekh Rukunuddin, wafat tahun 672 M atau 48 H.

Selain makam Syekh Rukunuddin di Mahligai, ada juga pemakaman lain di Barus yang juga diyakini oleh para arkeolog bertanda masa abad ke-7 M. Makam-makam itu adalah makam Papan Tinggi, makam Syekh Mahdun, makam Syekh Ibrahim Syah, makam Tuan Ambar, dan makam Tuan Syekh Badan Batu. Pemakaman tersebut disebut Makam Aulia 44 Negeri Barus, yang terletak di atas bukit Desa Bukit Hasang, sekitar 2 kilometer dari Kota Barus.

Claude Guillot, dalam buku Lobu Tua, Sejarah Awal Barus, memaparkan bahwa sejak abad ke-6 M Barus sudah menjadi kawasan perdagangan yang ramai. Dan pada akhir abad ke-7—yang merupakan abad pertama Hijriah—pedagang-pedagang Arab mulai menjejakkan kakinya di pelabuhan Barus.

Barus tersohor karena menghasilkan kapur barus dan rempah-rempah—komoditas yang pada masa itu diburu oleh banyak saudagar, termasuk dari Timur Tengah. Dengan adanya fakta sejarah ini, maka diyakini bahwa Islam masuk ke Nusantara melalui jalur perdagangan yang dikenal sebagai jalur rempah tersebut. Setelah masuk melalui Barus, menurut Guillot, Islam kemudian menyebar ke berbagai pulau di Nusantara.

Baca Juga :   Kapitayan, Agama Monoteisme Asli Nusantara yang ‘Difitnah’ sebagai Animisme-Dinamisme

Ahmad Baso, dalam Islamisasi Nusantara: Dari Era Khalifah Usman bin Affan hingga Wali Songo (Studi tentang Asal-Usul Intelektual Islam Nusantara) menghadirkan perspektif penting dalam sejarah masa awal pengislaman Nusantara. Baso meneliti teks atau naskah kuno, seperti Hikayat Raja-Raja Pasai dan Babad Cirebon, dalam usaha mencari tahu bagaimana sesungguhnya awal proses Islamisasi Nusantara berlangsung.

Setelah melakukan penelusuran, Baso sampai pada satu pendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara bukan dari India, tetapi langsung dari Arab, dibawa oleh para wali keturunan Rasulullah. Menurut Baso, proses Islamisasi itu sudah terjadi sejak zaman Khalifah Usman bin Affan, yang dibuktikan oleh laporan China tentang utusan Khalifah Usman ke Istana China di tahun 651 M.

Dalam laporan tersebut, nama Raja Arab ditulis dengan “Tashi”. Sebutan itu merujuk kepada suku dominan di Arab, Quraisy (hal. 73-74). Orang Tashi inilah, menurut Ahmad Baso, yang menjadi kunci proses penyebaran Islam di Asia Tenggara. Kedatangan orang Tashi ke China membuka pintu masuknya orang-orang Quraisy ke kancah perdagangan di Nusantara.

Baca Juga :   Cara Ekstrem Menjadi Cantik: Mulai dari Oleskan Keringat Gladiator hingga Dua Tahun Mengikat Kaki

Pendapat tersebut diperkuat oleh catatan al-Mas’udi, yang menyebut bahwa perairan China dan India sudah ramai dilayari oleh kapal-kapal orang Islam pada abad ke-8. Artinya, jalur dakwah dan jalur perdagangan umat Islam saat itu sudah sampai ke daratan China dan India. Kondisi ini memudahkan proses penyebaran Islam hingga sampai ke Nusantara, hingga akhirnya sampai ke Barus.

Setelah masuk melalui Barus pada abad ke-7 itu, orang-orang Arab lainnya yang juga membawa Islam datang secara bertahap dan bergelombang, hingga puncaknya muncullah Wali Songo era Sunan Ampel dan generasi penerusnya di Jawa pada abad 14-15.

Masih terkait awal masuknya Islam di Nusantara, Buya Hamka memperkenalkan Teori Makkah dalam perhelatan Dies Natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) ke-8 di Yogyakarta. Dalam teori tersebut, Hamka juga mengemukakan bahwa proses masuknya Islam di Nusantara sudah berlangsung sejak abad pertama Hijirah atau ke-7 M. Buya Hamka merujuk pada sumber lokal Indonesia dan sumber Arab.

Dengan demikian, sebagaimana temuan para peneliti tersebut, sebelum era Sunan Ampel, sudah banyak ulama yang langsung datang dari Arab telah berupaya menyebarkan Islam di Nusantara. Dan fakta tersebut diamini oleh banyak peneliti serta akademisi.

Artikel Terkait

Leave a Comment