Hanya Penumpang Resmi yang Dapat Santunan Jasa Raharja

SAMUDRA FAKTA—Jasa Raharja memastikan menjamin setiap penumpang angkutan umum yang sah, baik penumpang moda transportasi darat, laut, maupun udara. Jaminan tersebut diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Umum. Namun, garansi itu tidak berlaku bagi penumpang yang biasa “nembak” tiket di atas kendaraan, alias penumpang “tidak sah”.

“Jaminan itu berlaku selama penumpang berada dalam angkutan tersebut, yaitu saat naik dari tempat pemberangkatan sampai turun di tempat tujuan,” ujar Direktur Utama Jasa Raharja Rivan A. Purwantono, Senin (9/1/2022).

Direktur Utama Jasa Raharja Rivan A. Purwantono

Penumpang angkutan umum yang sah, menurut Rivan, adalah mereka yang membeli tiket angkutan umum atau angkutan wisata secara resmi, di mana iuran wajib Jasa Raharja sudah termasuk dalam tiket resmi tersebut. Aturan tersebut sesuai Surat Edaran (SE) Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Nomor SE/8/DI.01.01/MK/2022 tentang Keselamatan Transportasi Wisata.

Poin (a) SE itu menyebutkan bahwa pengguna jasa transportasi wisata yang sah—baik biro perjalanan wisata dan wisatawan—adalah yang menggunakan transportasi wisata yang sesuai dengan persyaratan teknis dan laik jalan, serta memiliki perizinan resmi. Sementara dalam poin (d) SE juga disebutkan bahwa perusahaan jasa transportasi wisata yang telah memiliki izin resmi memastikan telah melakukan pengutipan iuran wajib (IW) sebagai bentuk tanggung jawab dalam memberikan jaminan perlindungan dasar pada wisatawan yang menjadi korban kecelakaan penumpang umum.

Bacaan Lainnya

Rivan menambahkan, dalam UU 33/1964 juga dijelaskan bahwa penumpang kendaraan bermotor umum—seperti bus—yang berada di dalam kapal feri yang tenggelam, maka penumpang bus yang menjadi korban kecelakaan feri itu mendapatkan santunan ganda, yaitu sebagai penumpang bus sekaligus penumpang feri. Pasalnya, yang bersangkutan telah membayar iuran wajib (IW) dobel, yakni kepada pengelola bus dan pengelola angkutan laut.

“Sedangkan bagi korban yang jasadnya tidak diketemukan dan atau hilang, penyelesaian santunan didasarkan kepada putusan pengadilan negeri,” papar Rivan.

Besaran santunan bagi korban kecelakaan penumpang angkutan umum, lanjut Rivan, diatur sesuai Keputusan Menteri Keuangan RI No.15 Tahun 2017. Besarnya adalah Rp50 juta untuk korban meninggal dunia, yang mana santunan tersebut diserahkan kepada ahli waris yang sah; maksimal Rp50 juta untuk korban cacat tetap; dan jaminan biaya perawatan maksimal Rp20 juta untuk korban luka yang dirawat di rumah sakit.

“Bagi korban meninggal dunia yang tidak mempunyai ahli waris yang sah, maka akan diberikan penggantian biaya penguburan sebesar Rp4 juta,” ujar Rivan. Namun demikian, aturan tersebut tidak berlaku bagi penumpang yang biasa membeli tiket secara ilegal, atau “nembak” tiket, apalagi penumpang tanpa tiket.

“Oleh karena itu, kami mengimbau kepada masyarakat agar lebih selektif dalam menggunakan jasa angkutan umum, sehingga lebih aman dan nyaman, serta terlindungi oleh negara jika mengalami musibah yang tidak diinginkan,” imbuh Rivan.

(SF | Farhan)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *