Pesan Penting dari Peci Miring Sukarno

Sukarno khas dengan peci hitam yang dikenakan agak miring. Ada rekaman masa kecil Sukarno di Ndalem Pojok yang menceritakan kenapa dia suka gaya itu. Ada pula pesan-pesan yang ingin disampaikannya melalui peci.

 

“Luka (di dahi kiri) itu diperoleh Sukarno di usia 3-5 tahun. Saat berlari-lari kecil, dia terjatuh dekat pohon beringin. Dahinya mengenai benda tajam di bawah pohon dan meninggalkan bekas luka. Style memakai peci miring ke kiri sebenarnya untuk menutupi bekas luka itu,” jelas Kushartono, Ketua Harian Persada Sukarno—mengutip keterangan almarhum  ayahnya, Raden Mas (RM) Haryono, putra RM Sajid Sumodiharjo.

Petilasan tempat Sukarno kecil pernah jatuh di halaman Ndalem Pojok. (dok. SF)

Pohon beringin yang dimaksud Kushartono itu juga punya cerita. Di bawah pohon itulah Sukarno dilatih berorasi oleh mentor politiknya, H.O.S. Tjokroaminoto. Namun, pohon beringin itu ambruk diterjang angin pada tahun 1970-an.

Bacaan Lainnya

Ambruknya pohon itu membawa “petaka” bagi keluarga Ndalem Pojok. Mereka  diintimidasi militer karena dituduh tidak pro-Orde Baru—yang identik dengan lambang pohon beringin. Dikiranya keluarga lah yang menebang pohon itu, padahal dia ambruk sendiri diterjang angin. Kini, di lokasi pohon beringin itu berdiri tiang bendera. Area di sekitarnya digunakan untuk menggelar upacara perayaan hari besar nasional.

Tentang luka di dahi Sukarno, menurut Bung Kushartono, itu isyarat bahwa kelak Sukarno akan menjadi pemimpin besar. Di dunia ini ada dua tokoh besar lain yang punya luka codet serupa Sukarno, yakni RM Said alias Pangeran Sambernyawa—bergelar atau Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegara I—dan Khalifah Umar bin Abdul Azis, khalifah ke-8 Dinasti Bani Umayyah.

_____

Pangeran Sambernyawa memiliki semboyan yang sangat terkenal, yaitu, “Tiji tibèh, yang merupakan akronim dari dua terma: “Mati siji, mati kabèh (gugur satu, gugur semua)”, dan “Mukti siji, mukti kabèh”, yang artinya “sejahtera satu, sejahtera semua”. Bisa jadi semangat anti-kolonialisme dan imperialisme Sukarno terilhami oleh spirit dan jiwa pemberontak Sang Pangeran.

Ayah RM Said, Pangeran Arya Mangkunegara, dibuang ke Afrika Selatan ketika RM Said masih kecil. Pangeran Arya Mangkunegara dibuang lantaran terang-terangan menentang Pemerintah Hindia Belanda dan dianggap melawan Raja Paku Buwana (PB) II.

Pengasingan Pangeran Arya Mangkunegara mengakibatkan RM Said dan adik-adiknya terlunta-lunta dan harus dirawat abdi dalem. Ibunda Pangeran Sambernyawa, Raden Ayu Wulan, sudah meninggal dunia sebelum Pangeran Mangkunegara diasingkan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *