samudrafakta.com

Setidaknya Ada 6 Negara yang Pernah Membatalkan Hasil Pemilu, Salah Satunya Dekat dengan Indonesia

Perdana Menteri Thailand periode 2001-2006, Thaksin Sinavatra. Pada akhir periode pemerintahan Thaksin, pemilu Thailand berlangsung kacau sehingga hasilnya dibatalkan dan pelaksanaannya diulang. FOTO: AFP
JAKARTA—Calon Wakil Presiden (Cawapres) Mahfud MD, salah satu pemohon gugatan perselisihan hasil Pemilhan Umum Pilpres (Pemilu) di Mahkamah Konstitusi (MK), menyebut beberapa negara pernah membatalkan hasil Pemilu karena terindikasi curang.

Hal tersebut disampaikan Mahfud sebagai principal pemohon dalam sidang perdana perkara perselisihan hasil Pemilu di Gedung MK, Rabu siang, 27 Maret 2024.

“Beberapa negara yang hasil pemilunya pernah dibatalkan oleh mahkamah, misalnya, Austria, Ukraina, Bolivia, Kenya, Malawi, dan Thailand. MK Belarusia dinilai sebagai a shame institution atau institusi pengadilan palsu karena diintervensi oleh pemerintah,” kata Mahfud, di ruang sidang MK.

Cawapres Mahfud MD dalam sidang Mahkamah Konstitusi, Rabu (27/3/2024).Mahfud menyebut, belajar dari kasus di beberapa negara lain, hasil pemilu sangat mungkin dibatalkan jika ada kecurangan dalam pelaksanaannya. FOTO: Tangkapan Layar

Mahfud berharap majelis hakim MK dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh martabat dan independen dalam menyelesaikan gugatan sengketa Pilpres 2024. Hal itu, kata dia, dilakukan untuk menyelamatkan demokrasi dan hukum di Indonesia.

“Bagi kami, yang penting bukan siapa yang menang, siapa yang kalah. Melainkan harus menjadi edukasi kepada bangsa ini untuk menyelamatkan masa depan Indonesia dengan peradaban yang lebih maju melalui, antara lain, berhukum dengan elemen dasar sukmanya yaitu keadilan substantif, moral dan etika,” sambungnya.

Baca Juga :   Dikabarkan Bertemu Jokowi dan Gibran di Istana, Prabowo: “Intel Anda Hebat Sekali”

Negara mana yang dimaksud Mahfud? Kita cek faktanya.

  1. Ukraina (Pemilu 2004)

Berdasarkan hasil Pemilu Ukraina 2004, petahana Viktor Yanukovych (dinyatakan sebagai pemenangnya. Ia mendapatkan suara sebesar 49,46 persen, mengalahkan rivalnya, Viktor Yushchenko, yang memperoleh 46,61 persen suara. Suara sisanya dinilai tidak sah.

Merasa tak puas dengan hasil itu, Yushchenko mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) setempat. Menurut dia, pemilu kali itu dilaksanakan dengan penuh kecurangan.

Dikutip dari Reuters, MA Ukraina pun menilai, dalam pemilu yang diselenggarakan pada November 2004 itu, terbukti ada kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan massif. Mahkamah menilai bahwa pemerintah Ukraina melakukan intervensi dalam proses pemilu.

Dalam pemilu ulang yang diselenggarakan 27 Desember 2004, Yuschenko berhasil menumbangkan Yanukovych. Ia meraup suara 51.99 persen.

  1. Thailand ( Pemilu 2006)

Mahkamah Konstitusi Thailand menyatakan hasil pemilu parlemen 2 April 2006 tidak sah. Pemungutan suara di salah satu negara tetangga Indonesia ini pun digelar ulang.

Dalam alasan pembatalannya, mahkamah menyatakan bahwa pemilu yang dimajukan itu tidak direncanakan dengan matang dan melanggar konstitusi.

Baca Juga :   MA Ubah Aturan Soal Usia Cagub dan Cawagub Pilkada 2024, Dipaksakan demi Kaesang Pangarep?

Sementara itu, kalangan oposisi memboikot pemilihan parlemen dan mengajukan pembatalan hasil pemilu sebagai protes terhadap Perdana Menteri Thaksin Shinawatra.

Tanggal baru pemilu pun ditetapkan bersama oleh Mahkamah dan Komisi Pemilu. Sementara Thaksin, yang menyerahkan wewenangnya kepada wakil perdana menteri Thailand, dituduh korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Artikel Terkait

Leave a Comment