samudrafakta.com

Berkat Sentuhan Wali Songo, Islam Tumbuh Sangat Pesat

Para pendistorsi sejarah menganggap jika Wali Songo hanya mitos atau legenda karena, bagi mereka, tidak mungkin Islam bisa menyebar secara cepat dan massif di Nusantara—terutama Jawa. Keraguan tersebut mengabaikan banyak data dan fakta sejarah yang membuktikan bahwa Wali Songo benar-benar mampu melakukan itu. Para wali berhasil karena mereka menyebarkan Islam dengan metodologi yang lentur dan dialogis, bukan dengan metode halal-haram yang kaku.  

Sebagian besar sejarawan sepakat bahwa proses masuknya Islam ke Nusantara ditandai dengan hadirnya pedagang-pedagang Arab dan Persia pada abad ke-7 Masehi. Itu adalah masa ketika Bani Umayyah menjadi dinasti penguasa Islam secara politik di tanah Arab. Sebagian sejarawan juga sepakat bahwa sejak saat itu pulalah upaya penyebaran Islam di Nusantara berlangsung. Namun, upaya tersebut terus mengalami kendala karena berbagai faktor. Selama 800 tahun upaya dakwah dilakukan, hasilnya tak juga memuaskan.

Keterangan yang menyebutkan bahwa Islam yang dibawa oleh orang Arab sudah ada di Jawa sejak 674 bersumber dari catatan orang-orang China era Dinasti Tang. Catatan tersebut dikutip oleh Eric Tagliacozzo dalam bukunya berjudul Southeast Asia and the Middle East: Islam, Movement, and the Longue Duree yang terbit pada tahun 2009. Dalam buku tersebut Tagliacozzo menulis—berdasarkan catatan Dinasti Tang—pada tahun 674 pedagang dari Timur Tengah telah datang ke Kerajaan Shih-li-fo-shi atau Sriwijaya dan Holing atau Kalingga. Dinasti Tang, dalam catatannya, menyebut orang-orang Arab itu dengan nama “Tazhi”.

Baca Juga :   Sumbu Kosmologis Yogyakarta: Pengingat Relasi Antara Tuhan, Manusia, dan Alam Semesta   

Orang-orang Tazhi hadir di Jawa pada masa kejayaan Kerajaan Kalingga yang dipimpin oleh Ratu Shima. Mayoritas pendatang itu adalah pebisnis. Dalam catatan Dinasti Tang, para pendatang itu digambarkan kagum dengan kondisi Kalingga. Sebab, kendati kerajaan itu belum mengenal Islam, tetapi situasinya aman sejahtera.

Senada dengan Tagliacozzo, P. Wheatley dalam The Golden Kersonese: Studies in the Historical Geography of the Malay Peninsula Before A.D. 1500, juga menyebut jika yang paling awal membawa seruan Islam ke Nusantara adalah para saudagar Arab. Para saudagar ini, menurut Wheatley, telah membangun jalur perhubungan dagang dengan Nusantara jauh sebelum Islam.

Sedangkan S.Q. Fatimi, dalam Islam Comes to Malaysia, mencatat bahwa pada abad ke-10 Masehi terjadi migrasi keluarga-keluarga Persia ke Nusantara. Yang terbesar adalah Keluarga Lor. Mereka datang ke Jawa ketika Raja Nasiruddin ibn Badr memerintah wilayah Lor di Persia, pada tahun 300 H atau 912 M. Keluarga ini tinggal di Jawa dan mendirikan kampung bernama “Loran” atau “Leran”, yang bermakna “kediaman orang Lor”.

Baca Juga :   Raden Patah (3): Mereformasi Wayang, Membangun Fondasi Ekonomi dengan Koin Beraksara Pegon

Orang Lor juga membentuk komunitas di daerah lain, seperti di Gresik, yang daerahnya kemudian dikenal sebagai “Leran”. Keberadaan batu nisan Fatimah binti Maimun ibn Hibatallah di Leran, Gresik, yang menunjuk kronogram dari abad ke-10, diduga sebagai bukti dari berita tentang migrasi masuknya suku Persia ke Pulau Jawa. Fatimah binti Maimun diharapkan sebagai salah satu keturunannya.

 

Kompleks makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik. (Dok.)

Sementara menurut Prof. Wan Hussein Azmi, keluarga Lor datang ke Jawa sekitar awal abad ke-9 Masehi—bukan abad ke-10 sebagaimana ditulis oleh S.Q. Fatimi. Selain keluarga Lor, menurut Wan Husein, ada dua keluarga Persia lain yang datang ke Nusantara dan membentuk klan di di sini, yaitu Keluarga Jawani dan Keluarga Syiah.

Keluarga Jawani tinggal di Pasai, Aceh. Keluarga inilah yang menyusun khat Jawi, yaitu tulisan Jawi yang dinisbatkan kepada Jawani. Klan ini pernah memerintah di Iran sekitar tahun 913 M atau 301 H. Sementara Keluarga Syiah mendirikan perkampungan yang dikenal dengan nama “Siak”, lalu berkembang menjadi “Nagari Siak”, yang diberi nama “Siak Seri Inderapura”—yang sekarang menjadi Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Mereka diperkirakan datang pada era pemerintahan Ruknuddaulah Ibn Hasan Ibn Buwaih Al-Dailami sekitar tahun 969 Masehi. (Prof. Madya DR. Wan Hussein Azmi, Islam di Aceh Masuk dan Berkembangnya Hingga Abad XVI, dalam Prof. A. Hasjmy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Medan, PT. Al Ma’arif, 1993, Hal. 185)

Baca Juga :   Dari Pedang India, Inggris, sampai Keris: Sederet Senjata Tajam yang Terbuat dari Meteorit

Sejak kedatangan orang-orang Arab yang dicatat Dinasti Tang, hingga terjadinya migrasi keluarga-keluarga Persia—yang berlangsung dalam rentang waktu berabad-abad—tidak terdapat bukti bahwa Islam dianut secara luas di kalangan penduduk pribumi Nusantara. Tengara yang muncul malah terjadi semacam resistensi dari penduduk setempat terhadap usaha-usaha penyebaran Islam.

Artikel Terkait

Leave a Comment