samudrafakta.com

Sunan Giri (2): Membangun Peradaban Islam-Jawa Berbasis Pegon dan Reformasi Seni Pertunjukan

Ahmad Baso dalam The Intelectual Origins of Islam Nusantara, A Study on a Globalising Indonesian Islam and Reform of Hegemonic Reason menyebutkan karakter khas Sunan Giri adalah membangun peradaban Islam berbasis Pegontulisan ArabJawauntuk mengartikulasikan ajaran Islam kepada masyarakat Jawa. Sedangkan Sunan Bonang membangun peradaban Islam berbasis aksara Arab Ho No Co Ro Ko.

Para Wali Songo, khususnya Sunan Giri, menyebut Islam di Jawa atau Nusantara sebagai Din Arab Jawi, yakni Agama Islam dari Arab dengan karakter Jawi atau Jawa. Bahkan, Sunan Giri mengatakan harus menegakkan Islam Jawi—Kimuddin Arab Jawi.

Menurut Ahmad Baso, kalimat tersebut ditemukan dalam Serat Suryo Rojo dai abad ke-18. Yang dimaksud dengan “Jawi” dalam naskah itu adalah teritori yang pusat penyebaran Islamnya mengacu pada Malaka (Malaysia), Pasai (Aceh) dan Ampel (Jawa).

Sekadar informasi, Pada abad ke-14 dan ke-15, penyebutan Nusantara berganti menjadi Jawi. Istilah Jawi ini tidak (hanya) merujuk ke etnis Jawa atau pulau Jawa, tetapi mencakup wilayah yang menjadi pusat penyebaran Islam masa itu, seperti Malaka (Malaysia saat ini), Pasai (Aceh), dan Ampel (Surabaya).

Baca Juga :   Berkat Sentuhan Wali Songo, Islam Tumbuh Sangat Pesat

Teritori Jawi meluas semasa Sunan Giri pada abad ke-15 hingga keturunannya—seperti Sunan Giri Dalem dan Sunan Giri Prapen. Wilayahnya menjangkau Aceh, Minang, Palembang, Banjar, Bali, Lombok, Makassar, Buton, Kutai (Kalimantan Timur), Ambon, bahkan kepulauan di Papua.

Istilah Jawi yang menggantikan Nusantara makin luas ditemukan setelah abad ke-16. Ulama-ulama Nusantara yang mengajar di Masjidil Haram, Mekkah, pada abad ke-17 hingga ke-20, selalu menggunakan laqab (gelar) Al-Jawi di belakang nama mereka.

Era Sunan Giri Prapen atau Pangeran Pratikha, yang merupakan cucu Sunan Giri, adalah puncak kejayaan Giri. Pada masa itu Sunan Giri Prapen tidak sekadar memperbaiki dan memperbesar kedhaton dan masjid Giri serta makam Prabu Satmata—atau Sunan Giri—namun dia mengembangkan wilayah dakwah sampai ke Kutai, Gowa, Sumbawa, Bima, hingga Maluku. Kendati tindakan-tindakan itu dilakukan oleh Sunan Giri Prapen, namun keagungan, kehormatan, kemuliaan, dan kewibawaan rohani tetap diberikan kepada Sunan Giri Prabu Satmata—yang sampai saat ini makamnya dijadikan tempat peziarahan oleh umat Islam.

Baca Juga :   Memahami Kapitayan Membuat Dakwah Wali Songo Berjalan Mulus

Ahmad Baso dalam The Intelectual Origins of Islam Nusantara, A Study on a Globalising Indonesian Islam and Reform of Hegemonic Reason menyebutkan jika karakter khas Sunan Giri adalah membangun peradaban Islam berbasis Pegon (tulisan Arab Jawa) untuk mengartikulasikan ajaran Islam kepada masyarakat Jawa, sedangkan Sunan Bonang membangun peradaban Islam berbasis aksara Arab Ho No Co Ro Ko.

“Ketika Sunan Giri membaiat raja-raja jawa, Sunan Giri memberikan gelar kepada seorang raja dengan gelar Kimuddin Arab Jawi. Artinya, raja-raja di Jawa harus punya komitmen untuk menegakkan Islam ala Jawa (Nusantara). Islam itu bukan cuma Arab atau Din Arab, tetapi juga perlu pengamalan dan suaranya dari Jawi,” papar Ahmad Baso.

Artikel Terkait

Leave a Comment