samudrafakta.com

Sunan Giri (2): Ulama Sekaligus Raja Penyebar Islam hingga Indonesia Timur

“Sunan Giri lah lambang pemersatu bangsa Indonesia yang dirintis di abad 15 Masehi. Jikalau Gajah Mada dipandang sebagai pemersatu bangsa dengan kekuatan militer dan politiknya, maka Sunan Giri dengan ilmu dan usaha pengembangan pendidikannya”—K.H. Saifudidn Zuhri, dalam buku Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia.

 

Sunan Giri dikenal dengan banyak nama, antara lain Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden Ainul Yaqin, dan Joko Samudra. Dia lahir di Blambangan—kini Banyuwangi—pada tahun 1365 Saka yang ditandai candrasengkala “Jalmo Orek Werdaning Ratu”. Sunan Giri adalah putra Syekh Maulana Ishaq atau Syaikh Wali Lanang dan Dewi Sekardadu atau Dewi Sekar Dhadu—Putri Raja Blambangan Menak Sembuyu. Dia merupakan tokoh Wali Songo yang berkedudukan sebagai raja sekaligus guru suci (pandhita ratu).

Sunan Giri memiliki peran penting dalam pengembangan dakwah Islam di Nusantara memanfaatkan kekuasaan dan jalur perniagaan. Sebagaimana gurunya, Sunan Ampel, Sunan Giri mengembangkan pendidikan dengan menerima murid-murid dari berbagai daerah di Nusantara. Sejarah mencatat, jejak dakwah Sunan Giri dan keturunannya mencapai daerah Banjar, Martapura, Pasir, dan Kutai di Kalimantan, Buton dan Gowa di Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara, bahkan Kepulauan Maluku.

Berbeda dengan sumber Babad Tanah Jawi yang menyebut nama ayah Sunan Giri dengan nama Maulana Ishak, Serat Walisana menyebut Sayid Yakub yang diberi gelar Pangeran Raden Wali Lanang. Nama ibu Sunan Giri, yang menurut Babad Tanah Jawi adalah Dewi Sekardadu, dalam Serat Walisana ditulis Retno Sabodi. Begitu juga nama kakek Sunan Giri dari pihak ibu, di Babad Tanah Jawi disebut Prabu Menak Sembuyu, di Serat Walisana disebut Prabu Sadmuddha.

Baca Juga :   Sunan Kudus (2): Dakwah Kompromis melalui “Diplomasi Sapi” dan Perpaduan Arsitektur Hindu-Buddha-Islam

Meski terdapat perbedaan nama tokoh, baik Babad Tanah Jawi maupun Walisana memiliki alur cerita yang sama, bahwa dari pihak ibu, Sunan Giri merupakan keturunan Raja Blambangan. Bahkan, nama “Giri” yang digunakan untuk kediamannya, yang terletak di wilayah Gresik, memiliki hubungan dengan nama ibukota Blambangan saat itu, Giri—sekarang Kecamatan Giri, Kabupaten Banyuwangi).

Sumber Babad Tanah Jawi dan Walisana mengisahkan bahwa usaha dakwah yang dilakukan Maulana Ishak—yang dikirim Sunan Ampel ke Blambangan—mengalami kegagalan. Maulana Ishak diusir oleh mertuanya yang marah ketika diminta memeluk Islam dan meninggalkan agamanya yang lama. Maulana Ishak pun pergi meninggalkan istrinya yang hamil tua. Merana ditinggal suami, Retno Sabodi meninggal setelah melahirkan seorang anak laki-laki.

Sebagaimaba dikisahkan dalam Babad Tanah Jawi dan Walisana, saat itu terjadi wabah besar melanda Blambangan. Raja Blambangan menduga wabah itu berhubungan dengan kelahiran bayi laki-laki putra Maulana Ishak. Akhirnya bayi laki-laki itu diletakkan di dalam peti dan dihanyutkan ke tengah laut. Peti itu Kemudian tersangkut di kapal milik Nyai Pinatih yang sedang berlayar ke Bali, kemudian dipungutnya. Bayi yang ada di dalam peti dia jadikan anak angkat.

Baca Juga :   Sunan Gunung Jati (2): Perawat Tradisi Halalbihalal

Karena ditemukan di laut, maka bayi itu dinamai Jaka Samudra. Setelah cukup umur, Jaka Samudra dikirim ke Ampeldenta untuk berguru kepada Sunan Ampel. Menurut Babad Tanah Jawi, sesuai pesan Maulana Ishak, oleh Sunan Ampel nama Jaka Samudra diganti menjadi Raden Paku. Momen Raden Paku nyantri ini dicatat dalam naskah Babad Gresik (Kodeks PB A 116/MSB S138 dalam aksara Jawa berbentuk prosa), koleksi naskah Museum Sonobudoyo, Yogyakarta.

Nasab Sunan Giri bersambung kepada Kanjeng Nabi Muhammad Saw. dengan urutan sebagai berikut: Nabi Muhammad Saw. – Sayyidah Fathimah az-Zahra/Ali bin Abi Thalib –Husein bin Ali – Ali Zainal Abidin – Muhammad Al-Baqir – Ja’far Shadiq – Ali Al-Uraidhi – Muhammad An-Naqib – Isa Ar-Rumi – Ahmad Al-Muhajir –Ubaidillah –Alwi –Muhammad –Alwi –Ali Khali’ Qasam –Muhammad Shahib Mirbath –Alwi Ammil Faqih –Abdul Malik Azmatkhan –Abdullah – Ahmad Jalaluddin – Husain Jamaluddin – Ibrahim Zainuddin As-Samarqandy – Sayyid Maulana Ishaq – Ainul Yaqin atau Sunan Giri.

Mengutip Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo (2016), Selama berguru di Ampeldenta, Raden Paku berkawan akrab dengan Raden Mahdum Ibrahim, putra gurunya, yang kelak menjadi Sunan Bonang. Di dalam Babad Tanah Jawi juga dikisahkan bahwa Raden Paku dan Raden Mahdum Ibrahim pernah bermaksud pergi ke Mekkah untuk menuntut ilmu sekaligus berhaji. Namun, keduanya hanya sampai di Malaka dan bertemu Maulana Ishak, ayah kandung Raden Paku. Keduanya kemudian diberi pelajaran tentang berbagai macam ilmu keislaman, termasuk ilmu tasawuf.

Baca Juga :   Syekh Siti Jenar (2): Di Antara Pusaran Kontroversi dan Politisasi 

Dalam sumber yang dicatat dalam silsilah Bupati Gresik pertama, yang bernama Kyai Tumenggung Pusponegoro, terdapat silsilah Tarekat Syathariyah yang menyebut nama Syekh Maulana Ishak dan Raden Paku Sunan Giri sebagai guru tarekat tersebut. Bukti ini menunjukkan bahwa aliran tasawuf yang diajarkan oleh Maulana Ishak dan Raden Paku adalah Tarekat Syathariyah. Di dalam Babad Tanah Jawi juga disebut, keinginan Raden Paku dan Raden Mahdum Ibrahim pergi ke Mekkah dibatalkan atas saran Maulana Ishak, dan keduanya kembali ke Jawa yang lebih membutuhkan mereka untuk dakwah Islam.

Dalam perjalanan ke Jawa, Raden Paku dibekali segumpal tanah dan dua orang abdi bernama Syekh Koja dan Syekh Grigis. Sesampai di Jawa, Raden Paku mencari tempat yang tanahnya sama dengan tanah yang dibawanya dari Malaka. Ternyata, tanah itu ada di atas bukit yang disebut Giri. Raden Paku kemudian membangun masjid di perbukitan itu, kemudian berdakwah menyebarkan Islam dari tempat tersebut. Maka itulah Raden Paku kemudian dijuluki Sunan Giri, yang mengandung makna susuhunan (guru suci) yang tinggal di Perbukitan Giri.

Artikel Terkait

Leave a Comment