samudrafakta.com

Keteladanan Wali Songo: Prioritaskan Umat di Atas Gelar Haji

Ilustrasi pelaksanaan ibadah haji. Foto:Canva

JAKARTA — “Labbaikallahumma labbaik; Labbaika laa syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk. Laa syarika lak.”  Dalam setiap lafal yang diucapkan, tersimpan panggilan penuh keikhlasan dan kepasrahan dari jutaan hati yang hadir memenuhi undangan suci-Nya. “Labbaik” berarti “aku hadir,” dan “Allahumma labbaik” bermakna,  “Aku memanggil Engkau, ya Allah.”

Dengan kalimat ini, setiap muslim yang berhaji mengungkapkan kesediaan mereka: “Ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya, pujian dan kenikmatan hanya milik-Mu, dan kerajaan hanyalah milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu.”

Dalam lautan manusia di Tanah Suci, seruan ini bergema menggetarkan jiwa, menggugah setiap nurani yang rindu akan kedekatan dengan Sang Pencipta. Setiap langkah menuju Ka’bah, setiap putaran dalam tawaf, adalah manifestasi dari janji ini – janji kesetiaan dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, Sang Pemilik Segala. Di tengah keramaian, ada keheningan yang begitu dalam, di mana setiap jiwa berbicara langsung kepada Tuhannya, memenuhi panggilan yang telah dinanti sepanjang hidup.

Baca Juga :   Misi Haji Terbesar Sepanjang Sejarah, Komnas Haji Buka Posko Pengaduan

Setiap muslim jauh di lubuk hatinya pasti ingin bersimpuh di depan Ka’bah di Makkah, Arab Saudi. Haji adalah rukun Islam kelima, ibadah wajib bagi yang sudah mampu. Meski hanya sekali, namun ibadah haji tak jarang dilakukan berkali-kali.

Antrean haji yang mencapai puluhan tahun tidak menyurutkan umat Islam di Indonesia. Ada yang sudah berhaji namun masih ingin kembali ke Tanah Suci. Entah bagaimana caranya. Pada zaman sekarang, banyak muslim Indonesia berhaji berkali-kali entah lewat jalur legal, dan jalur ilegal alias non resmi. Saling sikut, saling menyalip, terjadi dalam rangka  mendapatkan satu tempat dalam rombongan haji Indonesia.

Ulama terdahulu sudah memberi pelajaran yang berharga dalam menata hati menyambut panggilan ke Tanah Suci. Babad Tanah Jawi mengisahkan Raden Paku atau Sunan Giri dan Makhdum Ibrahim atau Sunan Bonang pernah disusul oleh Sunan Kalijaga ketika sampai ke Pulau Upih (Malaka). Sunan Giri dan Sunan Bonang bermaksud hendak pergi ke Makkah menunaikan ibadah haji.

Sesampainya di Malaka mereka berjumpa dengan Syekh Wali Lanang (Maulana Ishak). Setelah diajari pengetahuan agama Islam, Sunan Bonang dan Sunan Giri terkejut diperintahkan kembali ke Jawa. Singkat cerita,  Raden Paku lebih cepat tiba tiba di Jawa daripada Makhdum Ibrahim. Raden Paku menurut cerita rakyat punya kelebihan dapat berjalan di atas air.

Baca Juga :   Kursi Roda Bertarif: Ironi Tagline "Haji Ramah Lansia-Disabilitas"

Di Pulau Upih ini, Sunan Kalijaga berguru kepada Syekh Sutabris dan kemudian disarankan agar kembali ke Jawa untuk melengkapi jumlah Wali Songo. Suluk Wijil dikutip dari buku karya Achmad Chodjim Sunan Kalijaga: Mistik dan Makrifat (Serambi, 2011) Sunan Kalijaga atau Raden Sahid, salah satu anggota Wali Songo, sedang berada di Malaka.

Artikel Terkait

Leave a Comment