samudrafakta.com

Wahai Pendukung Fanatik Capres-Cawapres Jangan Sampai Gila, Simak Tips Sehat Keluar dari Election Stress Disorder

Tetap Pake Hati Nurani!

Dalam menyikapi Pilpres dan Pemilu sebaiknya mintalah pendapat ke hati nurani, jangan menuruti emosi dan hawa nafsu. Letakkan jari telunjuk Anda di dahi. Di belakang situ terdapat bagian otak bernama Prefrontal Cortex yang berperan sebagai pemimpin dengan fungsi mencerna informasi dan mengarahkan tindakan seseorang pada keputusan yang bijaksana dan logis.Bagian otak ini juga memiliki fungsi terhadap empati, intuisi, nilai-nilai moral, pengendalian emosi, sampai penyelarasan komunikasi. “Sehingga sering diibaratkan seperti hati nurani,” kata Ida Rochmawati, spesialis kedokteran jiwa di RSUD Wonosari Gunungkidul, Yogyakarta, dikutip dari bbc.com (31/1).

Prefrontal Cortex diharapkan menjadi penasihat utama di dalam tempurung kepala masyarakat dalam menentukan pilihan Pemilu 2024. Namun, adakalanya Amygdala atau bagian otak emosi menguasai Prefrontal Cortex. Kekuatan Amygdala dalam menguasai sikap dan perilaku seseorang ini berasal dari gempuran informasi pilpres yang bersifat emosional seperti potongan-potongan video capres-cawapres yang sengaja dibingkai menyulut kemarahan. Informasi yang telah dibingkai, baik untuk memoles citra atau menyerang reputasi pasangan calon lainnya, begitu masif di media sosial.

Baca Juga :   Ini Dia 11 Panelis Debat Pertama Pilpres 2024

“Yang harusnya stimulus dicerna dulu oleh Frontal Cortex, ada fenomena Amygdala Hijack, [informasi itu] langsung ditangkap oleh Amygdala. Jadi reaksi kita sangat frontal. Itu akhirnya tidak dicerna, karena stimulus itu intens,” kata dokter Ida.

Selain itu, peran ‘hati nurani’ pemilih dipengaruhi faktor lainnya seperti lingkungan dan pergaulan, pengalaman psikologis yang sangat personal, dan literasi seseorang.

“Sekarang menurut saya benar-benar kacau, karena perangnya sudah [menjadi] polusi otak. Memainkan emosi, banyak sekali. Bagian otak yang emosi yang mengendalikan,” katanya.

Ida juga menilai, pendukung fanatik atau pun mereka yang mengambil peran langsung dalam pemilu 2024 akan mengalami sejumlah fase psikologis ketika menelan kekalahan: menyangkal, marah, mempertimbangkan, mengalami depresi, dan menerima [kenyataan].

Persoalannya, fase ini tidak linier atau “bisa saja” seseorang akan terus terjebak dalam fase menyangkal, marah dan depresi, tidak sampai mampu menerima kekalahan.

“Yang jadi masalah, kalau proses itu sudah selesai, luka itu masih tetap ada, yang kemudian ini menjadi semacam catatan luka, sifatnya bukan ideologis, tapi lebih ke personal atau kelompok, akhirnya terjadi gesekan,” lanjut Ida.

Baca Juga :   Aturan Baru Jokowi: Menteri hingga Wali Kota Peserta Pilpres 2024 Tak Perlu Mundur

Dalam akun Instagramnya, Ida Rochmawati juga memprediksi situasi yang akan dihadapi masyarakat pemilih di mana semua harus siap mental menghadapi kenyataan jika jagoannya kalah.

Setiap Pemilu, Pilpres pasti ada yang menang dan kalah. Setiap pihak seharusnya lapang dada menerima hasilnya. Jangan terlalu baper, santuy saja! Tapi jika kamu tetap bandel, terlalu over dan mengalami stress, ingat kata Pak Haji Rhoma Irama, obatnya IMAN dan TAQWA!

Ilustrasi___ FOTO: IST

Artikel Terkait

Leave a Comment