samudrafakta.com

“Loyo” Sejak di Sidang Parlemen, Hak Angket Dinilai Hanya sebagai Alat Negosiasi yang Sulit Direalisasikan

Suasana Rapat Paripurna DPR RI dihujani dorongan hak angket kecurangan Pemilu 2024. (Foto: ERA/Gabriella Thesa)
JAKARTA—Usulan penggunaan hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024–yang pernah ramai tetapi belakangan adem ayem–sudah mulai kentara “loyo” ketika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menggelar Rapat Paripurna ke-13 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa (5/3/2024). “Gairah” merealisasikan hak angket tak muncul dalam rapat.

Rapat dihadiri 290 anggota DPR, terdiri dari 164 orang hadir secara langsung dan 126 orang izin tidak hadir secara langsung. Dengan jumlah kehadiran ini, rapat paripurna telah penuhi kuorum–karena lebih dari 2/3 dari total 575 legislator Senayan telah hadir.

Dalam rapat yang sempat digadang-gadang bakal jadi awal mula pengguliran hak angket tersebut, masing-masing fraksi dipersilakan menyampaikan pendapat terkait rencana penggunaan hak istimewa anggota dewan tersebut. Namun, “semangat” mengkonkretkan hak angket tidak tampak di ruang sidang Selasa itu.

Pimpinan Fraksi PDIP DPR RI yang diketuai Utut Adianto dan Sekretaris Fraksi, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul, tak hadir dalam rapat. Ketua DPR RI sekaligus Ketua DPP PDIP, Puan Maharani, juga absen, karena sedang ada kunjungan kerja di Paris, Prancis. Puan menitipkan teks pidato pembukaan Rapat Paripurna untuk dibacakan Wakil Ketua DPRI, Sufmi Dasco Ahmad dari Fraksi Gerindra.

Baca Juga :   Guru Besar UI: Menjelang Pemilu 2024, Indonesia Kehilangan Kemudi dan Terkoyak Demokrasinya

Djarot Saiful Hidayat, anggota DPR dari PDIP yang juga mendukung hak angket dalam Paripurna, mengatakan fraksinya tak memberikan instruksi khusus soal angket.

Sementara anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Aria Bima, hanya menyinggung soal derasnya keprihatinan kelompok rohaniawan dan budayawan ihwal buruknya penyelenggaraan Pemilu 2024. Dia hanya menyebut ingin agar pimpinan DPR menyikapi keprihatinan tersebut.

“[Agar DPR] mengoptimalkan pengawasan fungsi, atau interpelasi, atau angket, atau apa pun,” katanya normatif.

Kenapa hak angket “loyo” di parlemen? Menurut beberapa pengamat politik, ada beberapa penyebabnya.

Analis Politik dan Direktur Eksekutif Skala Data Indonesia, Arif Nurul Imam, menilai jika usulan hak angket hanya menjadi alat partai politik pengusulnya–yaitu PDIP, PKS, dan PKB–untuk bernegosiasi dengan pemenang Pilpres 2024.

“Saya sampaikan bahwa hak angket itu bisa jadi dua motif. Pertama, memang bertujuan untuk menyelidiki potensi atau dugaan kecurangan Pemilu. Kedua, hak angket itu juga patut kita duga ada potensi digunakan untuk bargaining politik partai politik yang ada di kubu 01 maupun 03,” kata Arif kepada awak media, Rabu (6/3/2024).

Baca Juga :   Nusron dan Muhaimin Adu ‘Paling NU’, “Gak Bahaya Ta?”

Arif memprediksi usulan hak angket ini kemungkinan besar akan gagal, karena baru tiga partai yang terang-terangan mengusulkan hak angket, yaitu PDIP, PKS, dan PKB. Sementara dua partai lainnya, NasDem dan PPP, tidak ikut dalam usulan hak angket saat sidang rapat Paripurna DPR RI, Selasa 5 Maret 2024.

“Kalau kemudian ini batal atau tidak ada hak angket, besar kemungkinan narasi usulan hak angket hanya digunakan sebagai bargaining oleh elite politik. Gertak politik untuk negosiasi,” ucap dia.

Analis politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, juga menilai jika usulan hak angket oleh partai-partai yang kalah Pilpres 2024 hanyalah bagian dari permainan politik. Permainan ini, menurut Ujang, akan dihadapi oleh pihak pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

“Kalau pandangan saya sih, walaupun itu hak konstitusi anggota DPR, itu adalah permainan politik. Game politik. Maka, tentu akan diblok oleh kubu Jokowi atau kubu pemerintah—yang tentu pemerintah atau Jokowi tidak mau dituduh curang juga,” kata Ujang.

Baca Juga :   Wacana Tunda Pemilu Muncul dari Faksi dalam Istana

Menurut Ujang, hak angket yang diusulkan oleh PDIP, PKS, dan PKB ini akan dihadapi sepenuhnya oleh Presiden Jokowi. Karena itulah, kata Ujang, hak angket ini akan layu sebelum berkembang.

“Maka akan layu sebelum berkembang. Saya melihat seperti itu, akan tergembosi di tengah jalan. Sulit direalisasikan,” ucapnya.◼︎

Artikel Terkait

Leave a Comment