samudrafakta.com

KH. Abdul Wahab Chasbullah (1): Kiai Kurus Bernyali Gede, Motor Pergerakan Nasional

Besar sekali kontribusi Kiai Wahab Chasbullah (1888-1971) bagi umat Islam di Indonesia, Nusantara, bahkan dunia. Kiai asli Jombang ini memotori banyak sekali pergerakan nasional. Tubuhnya kurus, tapi nyalinya gede.

Mungkin, tak banyak ulama yang lebih kontroversial dalam sejarah Indonesia modern dibandingkan KH. Wahab Chasbullah. Peran dan sepak terjangnya untuk umat Islam dan Indonesia meninggalkan teladan yang tak biasa. Mbah Wahab—demikian ulama tersebut akrab disapa jamaahnya—adalah ulama inspiratif dan dinamis. Dia tampil dengan gaya kepeminpinan yang tegas bagi kalangan Muslim tradisionalis pada saat-saat krisis.

Mbah Wahab dikenal sebagai ahli ushul fikih atau metodologi penelusuran hukum Islam. Sikap dan pandangannya selalu lentur. Di banyak persoalan kehidupan sehari-hari, bahkan persoalan politik dan kenegaraan, Mbah Wahab terkenal dengan pandangannya yang luwes dan out of the box.

Mbah Wahab menempuh pendidikan di beberapa Pesantren, seperti Pesantren Langitan, Tuban; Pesantren Mojosari,Nganjuk; Pesantren Tawangsari, Sepanjang, Sidoarjo; Pesantren Tebuireng, Jombang, di bawah asuhan Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari; serta belajar pada Syaikhona Kholil Bangkalan, Madura.

Baca Juga :   KH. Wahid Hasyim (1): Anak Muda Pesantren Paling Progresif pada Zamannya

Dia juga menempuh pendidikan di Kota Suci Makkah dan berguru pada Syekh Mahfud at-Tirmasi, Ahmad Khatib Minangkabawi, Syekh Bakiq al-Jugjawi, Kiai Muhtarom Banyumas, Kiai Asyari Bawean, dan Syaikh Said al-Yamani.

Sepulangnya dari menuntut ilmu di Makkah pada tahun 1914, Mbah Wahab tidak hanya fokus untuk mengasuh pondok pesantren yang diinisiasi oleh kakek buyutnya, KH. Abdussalam. Dia juga aktif dalam berbagai gerakan sosial ketika Indonesia masih di bawah cengkeraman bangsa Belanda.

Kiai dan Aktivis Islam Kosmopolitan

Mbah Wahab aktif menggalang mobilisasi dan aksi untuk melawan ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan penjajahBelanda. Meminjam istilah Jawa Timuran, soal berhadapan dengan kaum kolonialis, Mbah Wahab bisa disebut “Kiai Bonek” yang “ora wedi getih (tidak takut darah)”.

Wahab Chasbullah muda memiliki karakter kosmopolit. Pergaulannya luas. Wahab Chasbullah muda bergaul dengan banyak pejuang pada waktu itu, seperti H.O.S. Tjokroaminoto, Sukarno, Jenderal Sudirman, Dr. Wahidin Sudirohusodo, KH. Ahmad Dahlan, Dr. Soetomo, dan KH. Mas Mansyur—yang pada tahun 1937 terpilih jadi Ketua Pengurus Besar (PB) Muhammadiyah.

Baca Juga :   APBD Jombang 2023 Rp2,6 Triliun, Lubang Jalan Menganga di Mana-mana

Artikel Terkait

Leave a Comment