samudrafakta.com

“Kekhilafan” KPK: Kini dengan TNI, Dulu dengan Polri

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta maaf kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI). Mereka mengaku “khilaf” telah mengumumkan Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Hendi Alfiandi sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan alat Basarnas 2021 – 2023. “Kekhilafan” KPK ini bukan pertama kali terjadi. Lebih dari satu dekade lalu pernah juga terjadi “kekhilafan” yang berujung pada polemik “Cicak vs Buaya”.

Pada Rabu, 26 Juli 2023, di hadapan banyak wartawan, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengumumkan bahwa Henri Alfiandi ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 11 orang di Jakarta dan Bekasi pada Selasa, 25 Juli 2023. Setelah dilakukan penyidikan lebih lanjut, kata Alexander, KPK menetapkan lima tersangka. Salah satunya adalah Kabasarnas Henri Alfiandi.

Dalam keterangan pers hari Rabu, Alexander menyebut bahwa KPK telah melakukan pemeriksaan dan gelar perkara bersama Pusat Polisi Militer (POM) TNI. “KPK kemudian menemukan kecukupan alat bukti mengenai adanya dugaan perbuatan pidana lain dan ditindaklanjuti ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka,” kata Alex.

Baca Juga :   Mengenal KRI Bung Karno-369, Kapal Perang Buatan Anak Negeri

Namun, ketika pengumuman KPK tersebut sudah ramai diberitakan, datang protes dari Pusat Polisi Militar (Danpuspom) TNI.  TNI menilai jika penetapan tersangka terhadap Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm. Afri Budi Cahyanto oleh KPK menyalahi aturan. Pasalnya, Henri dan Afri merupakan dua personel aktif TNI—kendati Henri sudah mulai memasuki masa persiapan pensiun (MPP) pada 17 Juli lalu.

“Menurut kami, apa yang dilakukan KPK menetapkan personel militer sebagai tersangka menyalahi ketentuan,” kata Komandan Puspom TNI Marsekal Muda TNI R. Agung Handoko, dalam konferensi pers di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat, 28 Juli 2023.

Menurut Agung, yang berhak menetapkan tersangka personel TNI adalah penyidik militer—dalam hal ini Puspom TNI. Hal itu berdasarkan Undang-Undang Peradilan Militer.

“UU Peradilan Militer sudah jelas bahwa kami, TNI, ada kekhususan, ada undang undang tentang peradilan militer. Nah, itu yang kami gunakan. KPK dan lain-lain punya juga,” ujar Agung.

Artikel Terkait

Leave a Comment