samudrafakta.com

Izin Konsesi Tambang bagi Ormas Keagamaan Dinilai sebagai Praktik “Ijon Politik”

Ilustrasi.
JAKARTA–Pemberian konsesi tambang untuk organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan dicurigai merupakan praktik “ijon politik”. Pengurus Besar NU (PBNU) menjadi ormas keagamaan pertama yang menyatakan menerima “hadiah” konsesi tambang dari pemerintah ini.

Kecurigaan tersebut muncul dalam diskusi daring yang diselenggarakan Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU PCINU Belanda, PCINU Belgia, PCINU Jerman, dan PCINU United Kingdom, pada Sabtu (8/6/2024) malam. Dalam diskusi tersebut, Siti Maimunah dari Sajogyo Institute memaparkan adanya bahaya aktivitas ekstraktivisme dan “ijon politik” keagamaan dalam program konsesi tambang untuk ormas keagamaan ini.

Siti menerangkan, ekstraktivisme adalah kegiatan yang membongkar dan memindahkan sumber daya alam dalam skala besar, baik berupa bahan mentah yang tidak diproses, atau diproses sebagian, terutama untuk diekspor.

Ekstraktivisme, kata Siti, tidak hanya terbatas pada tambang mineral atau migas, tapi juga pertanian, kehutanan, bahkan perikanan juga pariwisata.

Sistem ijon yang selama ini dikenal dalam dunia pertanian, menurut Siti, telah merembet ke gelanggang politik. Ijon politik sendiri dipahami sebagai sistem kelindan antara korporasi atau cukong sebagai penyandang dana politik, untuk membiayai proses pencalonan kandidat dalam pemilihan umum, pilpres, dan pilkada di wilayah lingkar tambang.

Baca Juga :   Jokowi Ucapkan Selamat Atas Kemenangan Prabowo-Gibran Versi Hitung Cepat, Tim Kampanye AMIN dan Ganjar Anggap Berlebihan

Ijon seperti ini tidak lebih dari upaya untuk melanggengkan kekuasaan dan investasi berbasis lahan skala besar, tanpa membahas urusan keselamatan rakyat dan ruang hidupnya. Praktik ijon seperti ini mencerminkan bahwa demokrasi gagal menjamin rakyat untuk memiliki harapan mengakhiri derita dan masalah tak berkesudahan.

“Tubuh alam seperti tubuh manusia, Air bagaikan darah, tanah bagaikan daging, gunung batu bagaikan tulang, hutan bagaikan kulit dan rambut. Jika kita merusak alam, seperti sedang merusak tubuh sendiri,” papar Siti.

Siti juga menjelaskan tentang beragam mudarat ekologis, sosial, ekonomi dan politik terkait tambang ekstraktif. Setidaknya ada delapan poin, yaitu:

  1. Memilih ekstraktivisme pertambangan yang rakus lahan, air, dan energi serta menghasilkan limbah beracun yang masif jumlahnya;
  2. Pertambangan dan proyek ekstraktivisme lainnya mendapatkan keuntungan dari sistem ekonomi politik Indonesia yang korup;
  3. Daya rusak pertambangan berpotensi tidak terpulihkan (irrefesible), karena memunculkan konflik yang tidak diselesaikan, kematian anak-anak di lubang tambang, lubang tambang yang ditelantarkan, dan limbah pertambangan;
  4. Izin tambang terhadap ormas keagamaan merupakan praktik Ijon politik, yang terus dijalankan oleh Presiden Jokowi dan oligarki pendukungnya, yang kini meluaskan operasınya kepada ormas keagamaan;
  5. Alih-alih berterima kasih dan menganggapnya sebagai tindakan pemerintah yang spesial, organisasi kemasyarakatan yang memiliki akal sehat harusnya menyerukan Pemerintah untuk mengoreksi model ekonomi ekstraktif yang terus mempriktekkan logika kolonial, praktik penjajahan internal, dan penjajahan terhadap alam;
  6. Potensi terjadinya pelanggaran terhadap UU Nomor 3/2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, penting digunakan untuk memberikan pintu bagi masyarakat sipil untuk melakukan langkah-langkah hukum;
  7. NU sebagai Ormas yang mengklaim memiliki anggota terbesar di Indonesia menjadikan dirinya sebagai bagian dari pelaku sektor ekstraktivisme mungkin menguntungkan para elite NU yang dekat dengan kekuasaan, namun berpotensi merugikan rakyat di kampung; dan
  8. Jika persoalannya adalah pendanaan organisasi, sekali lagi, sebagai ormas yang mengklaim memiliki anggota terbesar di Indonesia, justru potensial menggalang dana dengan cara yang lebih bermartabat dan ramah secara sosial dan ekologis.♦
Baca Juga :   Jokowi Lantik Menantu Luhut sebagai KSAD Kedua dalam 35 Hari

Artikel Terkait

Leave a Comment