samudrafakta.com

Sejarah Haji, Antara Ritual dan Festival Seni

Landkap Kota Mekkah, di mana prosesi ritual Islam dan seni digelar akbar setiap tahun di sini. FOTO: Canva

Karya Seni Sastra

Pada zaman Jahiliyah, sastra menjadi tolok ukur dari segalanya; pengetahuan, juga kehormatan. Sastrawan atau penyair menempati tempat yang istimewa di tengah kaum Arab-Jahiliyah.

Penyair-penyair ulung dikukuhkan posisinya di atas apa pun; ia sang otoritas, orang-orang yang kebetulan menghampirinya di pasar atau di jalan menyambutnya dengan cara memuji-mujinya sambil memberinya sekantong uang, bahkan yang kebetulan tidak punya uang, sampai dengan cara bersujud. (Sulam al-Jumahi, dalam bukunya Thabaqat Fuhul asy-Syuara,37).

Kenapa sampai dengan cara bersujud demi menghormati penyair? Karena, para penyair dengan puisi-puisinya yang hebat dianggap dapat meninggikan derajat seseorang yang tadinya rendah menjadi mulia, atau merendahkan yang derajatnya tadinya mulia menjadi hina dina.

Quriasy Syihab mengibaratkan kedudukan puisi saat itu seperti media massa pada zaman sekarang, yang dapat menyebarkan informasi negatif maupun positif atas posisi seseorang untuk menjatuhkan maupun mengangkatnya.

Memang, ketika dunia masih meraba-raba dalam keremangan peradaban, Arab-Hijaz sudah berbabad-abad lamanya berjibaku dengan sastra dan sudah mengenal ilmu tata bahasa (linguistik). Beberapa antologi puisi terkenal yang dapat diangap mewakili masa Jahiliyah adalah; muallaqat sab’ah, al-mufaddiliyat, diwan al-Hamasah, hamasah buhtari, kitab al-aghani, mukhtarat dan Jamharat. Bahkan dalam beberapa abad kemudian, puisi-puisi hebat ini pengaruhnya sampai ke tanah Eropa, salah satunya adalah Goethe. (DM. Dunlop, Arab Civilization to AD 1500, 28).

Baca Juga :   Soal Ada ‘Tarif’ Kursi Dorong Petugas dan Sudut Pandang yang Berbeda
Karya Seni Rupa

Kehidupan keagamaan di wilayah Hijaz secara umum, dan Mekkah secara khusus, pada awalnya penganut agama tauhid (hanif) yang dibawa oleh Nabi Ibrahim as. Kemudian dilanjutkan oleh putranya Nabi Ismail.

Perjalanan hidup nabi Ibrahim, Istrinya Siti Hajar, dan Putranya Nabi Ismail melahirkan beberapa syariat Islam dan kebudayaan yang sampai sekarang terpelihara. Seperti Kakbah, maqam Ibrahim, dan peristiwa kurban. Bahkan, proses perjalanan kehidupan keluarga ini ditiru dan disimulasikan oleh umat Islam dalam bentuk manasik haji.

Manasik haji merupakan rangkai dari usaha ketiiga makhluk Allah tersebut dalam mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Tidak dapat diketahui dengan pasti sejak kapan ajaran tauhid ini bercampur atau diganti dengan karya seni, berupa patung atau berhala (politheisme). Bebarapa hal yang penting diungkapkan di sini, menurut al-Faruqi, yang paling penting adalah masyarakat Arab selama berabad-abad sudah punya tradisi mencipta karya seni rupa, berupa patung-patung.

Bahkan, dikisahkan, bila ada keluarga yang tidak bisa membuat patung, maka posisi keluarga tersebut di tengah masyarakat menempati sratata yang paling rendah (Ismail R. Al-Faruqi dan LL. al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam, 63).

Baca Juga :   Kisah Mbah Tono, Pemulung Asal Ponorogo yang Bisa Naik Haji

Artikel Terkait

Leave a Comment