Ambruknya bangunan Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo jadi alarm keras soal lemahnya pengawasan konstruksi. Pakar ITS menegaskan, keselamatan harus jadi prioritas sejak tahap perencanaan bangunan.
Ambruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (29/9/2025), menjadi pengingat penting soal lemahnya pengawasan dalam pembangunan gedung bertingkat di Indonesia.
Pakar teknik sipil dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Dr. Ir. Mudji Irmawan, MT, menegaskan perlunya penerapan ketat standar keselamatan konstruksi dan keterlibatan tenaga ahli sejak awal perencanaan.
“Sebagian besar keruntuhan bangunan berawal dari kelalaian manusia dalam proses konstruksi,” kata Mudji, Kamis (9/10).
Ia menjelaskan, banyak kegagalan struktur di Indonesia terjadi karena lemahnya sambungan antar-elemen dan pengawasan teknis yang tidak optimal.
Menurut Mudji, kasus ponpes di Sidoarjo menjadi contoh nyata bahaya pembangunan bertahap tanpa perhitungan ulang kekuatan struktur. Kolom dan balok, katanya, bisa menanggung beban berlebih di luar kapasitas desain awal.
“Setiap penambahan lantai harus disertai perencanaan struktural baru karena beban bawah meningkat signifikan,” ujarnya.
Ahli teknik forensik dan investigasi kerusakan struktural itu juga menyoroti pentingnya penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) 2847 tentang perencanaan beton bertulang.
Dalam aturan itu, kekuatan beton dibatasi maksimal 85 persen dari mutu nominal untuk memberi margin keamanan. “Jika SNI diterapkan dengan disiplin, potensi kegagalan bisa ditekan seminimal mungkin,” paparnya.
Selain aspek teknis, Mudji menekankan pentingnya legalitas dan perizinan seperti Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Ia menilai, banyak proyek berjalan tanpa pengawasan teknis karena abai mengurus izin.
“Perizinan bukan formalitas, tapi bentuk tanggung jawab untuk melindungi keselamatan pengguna bangunan,” tegasnya.
Sebagai bentuk kontribusi akademik, ITS membuka ruang kolaborasi dengan masyarakat dan lembaga pendidikan. Melalui kegiatan konsultasi dan pengabdian kepada masyarakat, ITS siap memberi pendampingan teknis gratis bagi pesantren atau lembaga yang ingin memastikan keamanan bangunan.
“Kami siap membantu siapa pun yang ingin memastikan bangunannya aman secara teknis tanpa dipungut biaya,” tandas Mudji.
Ia menutup dengan penegasan: koordinasi antara akademisi, pemerintah daerah, dan masyarakat harus diperkuat agar pembangunan memenuhi standar keamanan nasional.
“Keselamatan harus menjadi prioritas utama dalam setiap proses pembangunan, bukan sekadar pelengkap,” pungkasnya. ***





