Sementara itu, makalah DiploFoundation mengidentifikasi berbagai “model interaksi dan representasi,” yang menunjukkan bahwa penunjukan duta siber hanyalah salah satu bentuk pelaksanaan diplomasi teknologi. Model interaksi dan representasi lebih lanjut mencakup konsulat jenderal yang menggunakan pendekatan diplomatik tradisional, mendirikan pusat inovasi dan investasi, dan menunjuk konsul kehormatan.
Selain penunjukan personel yang berdedikasi, pemerintah di seluruh dunia telah membentuk unit khusus di kementerian luar negerinya (serta di kementerian terkait lainnya) dan menerbitkan publikasi strategis komprehensif yang menguraikan pendekatan mereka terhadap diplomasi teknologi. Strategi diplomasi siber juga berfokus pada isu keamanan dan pembangunan ekonomi dan cenderung juga menekankan topik demokrasi dan hak asasi manusia.
Beberapa negara telah mengambil langkah terdepan dalam mengatasi tantangan ini, dengan menerapkan setidaknya satu dari tiga langkah berikut untuk kebijakan luar negeri yang mengedepankan teknologi, seperti
- Menunjuk duta teknologi, digital, atau cyber yang berdedikasi,
- Membentuk tim atau kantor khusus di kementerian luar negeri untuk mengelola kebijakan luar negeri teknologi, dan
- Merancang strategi kebijakan luar negeri khusus yang berfokus pada teknologi. Mengingat semakin dominannya peran internet dan teknologi digital lainnya dalam isu-isu yang berkaitan dengan keamanan, pertumbuhan ekonomi, dan tatanan masyarakat di seluruh dunia, relevansi diplomasi siber sebagai upaya untuk mengelola hubungan internasional, sangatlah penting.
Ketika teknologi menyatu dengan semua aspek kebijakan, pemerintah tidak boleh menganggap remeh perannya dalam kebijakan luar negeri. Tanpa mengintegrasikan teknologi ke dalam strategi kebijakan luar negeri, upaya diplomasi pemerintah RI bisa jadi gagal menavigasi era baru geopolitik.
Capres Ganjar Pranowo. ___Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
