samudrafakta.com

Dilema Doktor Honoris Causa: Rancu Antara Urusan Akademis dan Politis

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya baru saja menerima gelar kehormatan Doktor Honoris Causa (HC) dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, pada 13 Februari 2023. Bentuk apresiasi terhadap sepak terjang Gus Yahya dalam mengampanyekan pandangan Islam Moderat ke seluruh dunia. Namun, terindikasi ada unsur non-akademis dalam penganugerahannya.

Gus Yahya mendapatkan gelar kehormatan tersebut bersama dua tokoh lainnya, yaitu Presiden Badan Kepausan untuk Dialog Lintas Agama Vatikan Cardinal Miguel Angel Ayuso Guixot dan Ketua PP Muhammadiyah periode 2005-2010 Sudibyo Markus—yang pernah berjuang mengirimkan bantuan ke Gaza dan menggalang bantuan dari kolega internasional dari agama Kristen, Yahudi, dan Islam di Timur Tengah.

Penganugerahan berlangsung di Gedung Multipurpose Prof. H.M. Amin Abdullah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Senin, 13 Februari 2023. Upacara dipimpin oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Dr. Al Makin, didampingi Ketua Senat UIN Sunan Kalijaga Prof. Siswanto Masruri.

Gus Yahya menyampaikan orasi ilmiah menjelang penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa oleh UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Senin, 13 Februari 2023. (Dok. NU Online)

Menteri Agama (Menag) RI Yaqut Cholil Qoumas, adik kandung Gus Yahya, menyebut bahwa penganugerahan gelar Doktor HC kepada tiga perwakilan tokoh lintas-agama ini—termasuk kakaknya—selaras dengan trilogi ukhuwah yang disuarakan KH. Achmad Siddiq, Rais ‘Aam PBNU masa khidmah 1984-1991, yakni ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariyah. Pengabdian ketiganya, menurut Gus Yaqut, bukan hanya dalam tataran wacana, tetapi benar dalam laku. Mereka dinilai telah melakukan tindakan nyata untuk mendorong usaha dialog antar-iman, dialog antar-golongan, dialog antar-bangsa, dan dialog antar-sesama makhluk Tuhan.

Baca Juga :   Nahdliyin Nusantara Bakal Gelar Musyawarah Besar Menjelang Harlah Ke-101 NU, Ada Apa?

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menilai UIN Sunan Kalijaga telah menjadi pelopor perjuangan kemanusiaan yang mengedepankan toleransi seluruh umat manusia melalui pemberian gelar terhadap tokoh lintas-agama tersebut. Penganugerahan itu, menurut Hasto, menunjukkan luasnya cakrawala berpikir UIN Sunan Kalijaga.

Penganugerahan Doktor HC kepada Gus Yahya itu dinilai Hasto sangat tepat. Kendati secara formal Gus Yahya tidak menyelesaikan gelar sarjana, namun secara keilmuan dan kiprah pengalaman di masyarakat, apa yang dikerjakan Gus Yahya dinilai telah melampaui standar kesarjanaan. Ketua Umum PBNU itu dinilai telah banyak memberikan kontribusi pemikiran dan tindakan kepada umat dalam rangka perdamaian dan persatuan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Gus Yaya dipandang sebagai penerjemah pemikiran KH. Abudrrahman Wahid atau Gus Dur tentang kebangsaan dan kenegaraan.

Gus Yahya dianggap sebagai “penerjemah lintas-waktu” bagi Gusdur karena dia dikenal dekat dengan Presiden ke-4 RI tersebut. Pada masa pemerintahan Gus Dur, tahun 1999-2001, Gus Yahya dipercaya sebagai juru bicara Presiden. Sepak terjang Gus Yahya di lingkaran pemerintahan tidak hanya itu saja. Di masa Presiden Joko Widodo, dia dipercaya menjadi salah satu Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Untuk karir khidmat di PBNU, sebelum menjadi Ketua Umum, Gus Yahya adalah Sekretaris Umum Katib Syuriah PBNU sejak 2015.

Baca Juga :   DIY dan Google Bekerja Sama untuk Mempermudah Kegiatan Belajar Mengajar 

Selama berkecimpung dalam PBNU, Gus Yahya aktif terlibat dalam banyak forum internasional untuk mengampanyekan program Islam Wasathiyah. Pada tahun 2014 dia menginisiasi pendirian institut keagamaan di Amerika Serikat bernama Bayt ar-Rahmah li ad-Da‘wa al-Islamiyyah Rahmatan li al-‘Alamin atau Rumah Rahmat Ilahi untuk Mengungkap dan Memelihara Islam sebagai Berkah untuk Semua Ciptaan. Dia juga pernah dipercaya menjadi tenaga ahli perumus kebijakan pada Dewan Eksekutif Agama-Agama di Amerika Serikat-Indonesia. Dewan tersebut didirikan berdasarkan perjanjian bilateral yang ditandatangani oleh Presiden AS Barrack Obama dan Presiden Jokowi pada Oktober 2015.

Pada Juni 2018, Gus Yahya menjadi pembicara dalam forum American Jewish Committee (AJC) di Israel. Dalam forum tersebut, Gus Yahya menyampaikan konsep rahmat sebagai solusi atas berbagai konflik dunia, terutama konflik yang disebabkan oleh faktor agama.

Gus Yahya adalah salah satu tokoh terdepan dalam ikhtiar perjuangan diplomatik tanpa kekerasan untuk warga Palestina. Dalam mengerjakan misi itu, Gus Yahya juga menjalin komunikasi dengan gerakan-gerakan perdamaian yang ada di Israel. Langkah tersebut ditempuh Gus Yahya karena dia ingin misi perdamaian yang dia usung bisa menjangkau pihak yang lebih luas dalam skala regional dan global.

Baca Juga :   KH. Wahid Hasyim (2): Pejuang “Ketuhanan Yang Maha Esa”

Menurut Gus Yahya, konflik Israel-Palestina bukan hanya persoalan kedua negara itu. Masalah ini menyangkut semua negara di kawasan Timur Tengah dan menjadi concern dunia Islam serta seluruh manusia di muka bumi. Maka dari itulah Gus Yahya mengerjakan upaya-upaya dengan skala yang lebih luas. Salah satu upaya konkret Gus Yahya untuk mewujudkan misinya adalah menyampaikan pemikirannya melalui pidato berjudul Shifting Conflict to Cooperation atau Menggeser Konflik ke Kerja Sama dalam acara Israel Council on Foreign Relations. Setelah mendengar pidato Gus Yahya, Presiden Israel Reuven Rivlin menyatakan sepakat bahwa konflik—seperti konflik Palestina dan Israel—harus dikelola dengan cara bekerja sama dan menghilangkan prasangka.

KH. Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya dalam kegiatan yang digelar American Jewish Committee (AJC) Global Forum di Yerusalem. (Dok. NU Online)

Pada acara International Conference On Islam and Human Rights (ICIHR), 10 Desember 2021, Gus Yahya menawarkan konsep perdamaian model NU lewat gerakan Islam Washatiyah atau Islam Moderat menuju peradaban dunia yang lebih baik dan bermartabat. Gagasan perdamaian itu diwujudkan melalui konsensus Islam rahmatan lil alamin untuk menciptakan tatanan dunia yang penuh kedamaian.

Artikel Terkait

Leave a Comment