Ahli Gizi Kritik Keras Kerja Sama BGN dengan Danone: “Bangsa Ini Tak Butuh Susu Formula!”

CEO Danone Antoine Bernard de Saint Affrique dan Kepala BGN Dadan Hindayana berjabat tangan usai penandatangan MoU disaksikan Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Prancis Emmanuel Macron, Rabu (28/5/2025), di Istana Merdeka, Jakarta.- Istimewa
Dokter Tan Shot Yen, ahli gizi, menilai Program Makan Bergizi (MBG) yang digerakkan Badan Gizi Nasional (BGN) telah melenceng dari tujuan awal. Ia menyoroti masuknya produk instan Danone dalam program tersebut yang dianggap bertentangan dengan semangat edukasi gizi dan peraturan pemerintah.

Ahli gizi sekaligus dokter, Tan Shot Yen, menyebut implementasi program MBG telah bergeser dari tujuan edukatif menjadi ajang distribusi produk instan.

“Bangsa kita tidak butuh susu formula. Bangsa kita butuh edukasi,” tegas Tan, dalam audiensi dengan Komisi IX DPR RI bersama CISDI, GKIA, dan JPPI di Gedung Parlemen Senayan, Senin (22/9) lalu. 

Ia menekankan anak-anak Indonesia seharusnya bisa mendapat asupan terbaik dari air susu ibu (ASI) hingga usia dua tahun.

Tan mengkritik keras langkah BGN yang menandatangani kerja sama dengan perusahaan susu formula Danone. “BGN sendiri menandatangani kerja sama dengan Danone. Kita tahu banget, Danone itu perusahaan susu formula,” ujarnya.

Bacaan Lainnya

Menurutnya, langkah itu melanggar prinsip dan peraturan pemerintah yang justru membatasi promosi susu formula lanjutan. “BGN melanggar undang-undang yang dibuat sendiri karena akhirnya memberikan paket MBG berupa formula,” tambah pendiri Dr Tan Wellbeing Clinics and Remainlay Special Needs’ Health itu.

Penandatanganan nota kesepahaman antara BGN dan PT Sarihusada Generasi Mahardhika—anak usaha Danone Group—dilakukan di Istana Merdeka, Jakarta, pada 28 Mei 2025. Acara tersebut bertepatan dengan kunjungan kenegaraan Presiden Prancis Emmanuel Macron dan disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo.

Kepala BGN Dadan Hindayana mengatakan kerja sama itu bertujuan memperkuat pelaksanaan program MBG untuk menurunkan prevalensi anemia dan stunting. “Nota kesepahaman ini diharapkan mendukung pemenuhan gizi nasional,” ujar Dadan.

Namun, bagi sebagian kalangan, langkah ini justru menimbulkan kekhawatiran soal independensi kebijakan gizi nasional dan potensi konflik kepentingan di balik program yang seharusnya berorientasi pada edukasi pangan sehat alami, bukan industri makanan ultra-proses.***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *