samudrafakta.com

Syekh Syamsuddin Al-Wasil, Guru Spiritual Prabu Jayabhaya

Syekh Syamsuddin al-Wasil diyakini sebagai penyebar Islam periode awal di Nusantara, jauh sebelum periode Wali Songo. Catatan-catatan historiografi dan cerita tutur masyarakat Muslim Jawa meyakini bahwa Syekh Syamsuddin merupakan guru rohani Raja Jayabhaya atau Sri Mapanji Jayabhaya, Raja Kediri. Setelah wafat, dia dikebumikan di kompleks makam Setana Gedong, Kediri. Para arkeolog sepakat bahwa makam Syekh Wasil adalah makam Islam tertua kedua setelah makam Fatimah binti Maimun.

 

Syekh Syamsuddin al-Wasil mulai menjalankan misinya mengenalkan Islam dari wilayah pinggiran. Dia menyusuri kawasan pedalaman dan selalu berinteraksi dengan penduduk setiap wanua (desa) yang dilaluinya dengan tujuan untuk merangkul mereka.

Ulama pra-Wali Songo ini juga memiliki banyak sebutan lainnya, seperti Sulaiman Wasil Syamsuddin, Pangeran Makkah, Pangeran Arab, Pangeran Ngerum, Mbah Wasil, Raja Pandhita, Maulana Ngali Syamsujen, dan Maulana Ali Syamsuddin. Dengan lisan yang lembut, Syekh Syamsuddin—menurut cerita tutur yang berkembang di masyarakat, terutama Kediri—menjelaskan Islam. Perilaku simpatik tersebut membuat Syekh Syamsuddin dihargai dan dimuliakan oleh masyarakat yang menerima syiar Islamnya. Hingga akhirnya, ketika wafat, beliau dimakamkan di tempat yang dianggap mulia.

Baca Juga :   Dipilih Jadi Lokasi Deklarasi Anies - Muhaimin, Ini Fakta-fakta Terkait Hotel Majapahit

Syekh Syamsuddin disemayamkan di kompleks makam Setana Gedong, Kediri. Kompleks makam ini terletak di pusat Kota Kediri. Kompleks makam bisa dicapai dari Jl. Dhoho, Kota Kediri, belok ke kanan, masuk kampung Setana Gedong. Sekitar 100 meter dari ujung kampung ada Masjid Auliya’ Setana Gedong. Makam Syekh Syamsuddin terletak di barat laut masjid.

Menurut juru kunci makam, Setana Gedong berarti “makam para pembesar” atau “makam khusus untuk darah biru”—di mana “setana” diartikan sebagai “makam”, sementara “gedong” berarti “penggede” atau “orang besar”. Dinamakan demikian karena area makam tersebut dipercaya dulunya merupakan area Kerajaan Kediri, yang dibuktikan dengan adanya lapik dimoko—yaitu sebuah batu yang dipercaya sebagai singgasana Raja Kediri—yang sekarang berada di belakang Masjid Auliya’.

Sebuah versi sejarah menyebut bahwa kompleks pemakaman tersebut sudah ada sejak zaman Kerajaan Kediri, di mana tanahnya merupakan pemberian Raja Jayabhaya. Sementara Jl. Dhoho Kota Kediri dipercaya merupakan pusat kerajaan di masa lampau.

Baca Juga :   Lelakon Oppenheimer: Ketika Ilmu Pengetahuan Harus Tunduk di Bawah Kaki Kekuasaan

Bukti-bukti Eksistensi Syekh Syamsuddin

Di sisi makam Syekh Syamsuddin terdapat epitaf, atau teks pendek untuk menghormati almarhum. Teks tersebut menceritakan secara singkat tentang orang yang dimakamkan. Ada beberapa versi pendapat tentang epitaf tersebut.

Epitaf yang ada pada makam Setana Gedong, Kediri. (Dok. SF)

Pertama, menurut hasil survei epigrafi Islam yang dilakukan oleh Louis-Charles Damais, yang dituangkan dalam laporan berjudul L’epigraphie Musulmane Dans le Sud-est Asiatique, epitaf kuno di makam Setana Gedong menyebutkan makam seorang “al-Imâm al-Kâmil”. Epitafnya diakhiri dengan keterangan, “al-syâfi ’î madzhaban al-‘arabî nisban wa huwa tâdj al-qudhâ(t).”

Namun, tidak terdapat tanggal terkait pembuatan epitaf tersebut. Epitaf terdiri dari tiga bidang empat persegi, di mana satu epitaf berada di atas epitaf yang lain, dengan tiap bidang berisi dua baris tulisan mendatar. Total ada enam baris epitaf. Namun, permukaan lempengan pada bidang kedua rusak, tepatnya di bagian akhir baris pertama dan sisi kiri baris kedua. Sedangkan di bidang ketiga hanya tampak beberapa huruf di awal baris pertama, serta sekelompok huruf terpisah di paruh kiri baris kedua.

Baca Juga :   Gunung Agung Tutup Seluruh Gerai Akhir 2023, Tanda Dunia Buku Kian Lesu

Artikel Terkait

Leave a Comment