Memasuki bulan-bulan Sukarno—yang berlangsung Juni, Juli, dan Agustus—ada satu catatan penting yang sepertinya perlu diingat: gelora Revolusi Mental. Revolusi ini adalah salah satu dari sembilan cita-cita atau Nawacita Bangsa Indonesia. Pernah menggelora pada masa pemerintahan Sukarno dan awal periode Joko Widodo, namun melemah seiring lajunya waktu. Perlu digelorakan lagi, agar bangsa ini tak mudah “kena mental”.
“Revolusi Mental, menurutku, mesti dimulai dari’mental para pemimpin,” cuit KH. Ahmad Mustofa Bisri, pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang Jawa Tengah, melalui akun Twitter-nya, @gusmusgusmu, 10 Januari 2018.
Cuitan itu di-retwit 4.480 kali dan disukai 6.729 netizen. Gus Mus seperti ingin mengingatkan kembali pentingnya Revolusi Mental. Sampai sejauh mana diejawantahkan oleh Bangsa Indonesia, terutama para pejabat di republik ini?
Revolusi Mental pertama kali dilontarkan oleh Presiden Pertama Republik Indonesia Sukarno dalam pidatonya di Jakarta, 17 Agustus 1957. Pidato tersebut berjudul Satu Tahun Ketentuan atau A Year of Decision. Sukarno melihat saat itu revolusi nasional Indonesia sedang mandek, sementara tujuan revolusi untuk meraih kemerdekaan Indonesia seutuhnya belum tercapai.
Bung Karno ingin bangsa Indonesia move on atau beranjak dari sikap mental inlander yang rendah diri. Revolusi Mental adalah “reject yesterday”, gerak maju meninggalkan hari kemarin yang kurang baik. “Think and rethink, shape and reshape, making and remaking!” seru Bung Karno.
Revolusi Mental adalah suatu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru, berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala.
Namun, masih banyak di antara anak bangsa yang hingga kini belum memahami, bahkan salah mengartikan Revolusi Mental yang dikumandangkan Bung Karno. Mengutip Sigit Aris Prasetyo, dalam pengantar buku Bung Karno dan Revolusi Mental (Imania, 2017), masih ada di antara anak bangsa hingga kini belum memahami, bahkan salah mengartikan Revolusi Mental Bung Karno itu.
Beberapa pandangan bahkan menyebut Revolusi Mental—yang juga disebut “Gerakan Hidup Baru”—sebagai jiplakan dari “New Life Movement” yang berasal dari negeri luar. Revolusi Mental juga dituduh membawa prinsip komunisme, karena dianggap menduplikasi pemikiran Karl Marx dalam Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte tahun 1869.
Sebenarnya sejak jauh-jauh hari semua tuduhan itu telah dibantah oleh Sukarno. Dalam pidatonya tanggal 17 Agustus 1957, Bung Karno menyerang balik pandangan tersebut. “Alangkah piciknya ucapan demikian itu. Alangkah piciknya pula ucapan bahwa ‘Gerakan Hidup Baru’ itu adalah inspirasi dari RRT,” tegas Bung Karno, yang direkam dalam buku Di bawah Bendera Revolusi, halaman 305.






