samudrafakta.com

KH. Moch. Muchtar Mu’thi (2): Keturunan Nabi yang Membawa Pembaharuan Pengajaran Tarekat

Terkait amanat untuk mengubah nama tarekat, menurut Kiai Muchtar, Syekh Syueb tak memberikan penjelasan detail alasannya. Syekh Syueb hanya meminta Muchtar Mu’thi menelaah kitab Tanwirul Qulub Fi Mu’amalati Allamil Guyub yang disusun oleh tokoh Tarekat Naqsabandiyah, Syekh Najmuddin Amien al-Kurdi.

Di dalam kitab disebutkan bahwa nama tarekat itu berbeda-beda, sesuai silsilah masing-masing. Dan silsilah tarekat dari Abu Bakar as-Siddiq Ra., menurut kitab itu, sampai kepada Syekh Taifur bin Isa Abi Yazid al-Busthomi, bernama Tarekat Shiddiqiyah.

Jadi, Shiddiqiyah itu bukan nama ajarannya, melainkan nama silsilahnya. Saat itu, Muchtar Mu’thi belum pernah melihat dan mempelajari kitab yang dimaksud gurunya. Namun, sebagai murid, Muchtar mengiyakan amanat gurunya. Selang beberapa tahun kemudian Muchtar menemukan kitab Tanwirul Qulub dan mempelajarinya. Setelah membaca kitab itulah dia paham mengapa harus ada perubahan nama dari Khalwatiyah menjadi Shiddiqiyah.

Dalam kitab tersebut, tepatnya pada bab Faslun Fi Adaabil Murid Ma’a Ikhwanihi, halaman 539, disebutkan: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya julukannya silsilah itu berbeda-beda, disebabkan perbedaannya kurun waktu, silsilah dari sahabat Abu Bakar Shiddiq Ra. sampai kepada Syekh Thoifur bin Isa Abi Yazied alBusthomi dinamakan Shiddiqiyyah”.

Baca Juga :   KH. Abdul Wahab Chasbullah (2): Inisiator NU, Menyatukan Ulama Sunni dan Syiah untuk Mendukung Kebebasan Bermazhab

Dan sebagaimana dijelaskan dalam Tanwirul Qulub, silsilah Tarekat Shiddiqiyyah adalah sebagai berikut:

  1. Allah Ta’ala;
  2. Jibril ‘alaihi Salam;
  3. Muhammad Rasulullah Saw.;
  4. Abu Bakar Ash-Shiddiq Ra.;
  5. Salman al-Farisi Ra.;
  6. Qosim bin Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq Ra.; dan
  7. Imam Ja’far Shodiq Siwa Sayyidina Qosim bin Muhammad bin Abi Bakar Ash Shiddiq Ra.

Sepulang dari pengembaraan, Kiai Muchtar masih sering berkomunikasi dengan Syekh Syueb Jamali—baik secara langsung maupun via surat. Surat terakhir dari Syekh Syueb diterima Kiai Tar sekitar tahun 1965. Ketika itu Syekh Syueb Jamali berada di Alexandria, Mesir. Dengan berakhirnya surat-menyurat itu, berakhir pula komunikasi tulis antara sang murid dengan gurunya.

Setelah mengembara, Kiai Muchtar tidak pulang ke Ploso. Dia menuju Lamongan. Setelah setahun menjelajahi satu demi satu desa di Lamongan, pada tahun 1953, di usianya yang ke-25, Kiai Tar menikah dengan seorang perempuan dari Desa Gedong Rejotengah, Lamongan, bernama Nyai Sunaiyyah. Muchtar memutuskan menetap di desa tersebut.

Artikel Terkait

Leave a Comment