samudrafakta.com

Keluarga Ndalem Pojok “Menyelamatkan” Kisah Asmara Sukarno-Inggit

Ndalem Pojok merekam fragmen kisah asmara Sukarno dengan istri keduanya, Inggit Garnasih. Rencana pernikahan mereka sempat ditentang oleh orang tua Sukarno. Namun, berkat peran keluarga ayah angkatnya, akhirnya Sukarno bisa menikahi Inggit.

 

 

Kushartono, cucu Raden Mas Sajid Soemodihardjo—kepala rumah tangga Istana Kepresidenan ketika Sukarno menjabat, sekaligus adik Raden Soemosewojo, ayah angkat Sukarno—menceritakan bahwa keinginan Sukarno menikahi Inggit sempat ditentang ayah kandungnya, Raden Soekeni. Pasalnya, ketika keinginan itu muncul, Sukarno masih berstatus suami Utari, putri H.O.S Tjokroaminoto, guru Sukarno di Peneleh, Surabaya.

Sukarno akhirnya mendapatkan restu menikahi Inggit setelah bercerai dengan Utari dan Inggit bercerai dengan suaminya, Sanusi, seorang saudagar sekaligus tokoh Sarekat Islam (SI) Bandung. Yang memiliki peran besar atas pernikahan keduanya adalah ayah angkat Sukarno, Soemosewojo.

Tidak hanya memberikan pertimbangan, Soemosewojo dan rombongan keluarga Ndalem Pojok juga mengantar Bung Karno ke Bandung untuk menikahi Inggit. Mereka mewakili Raden Soekeni dan Ida Ayu Nyoman Rai yang masih merasa tidak enak hati dengan Pak Tjokro.

Baca Juga :   Kasus Gagal Ginjal pada Anak: Pemerintah Lambat, Perlu Bentuk Tim Independen

Dalam buku Kuantar ke Gerbang: Kisah Cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno, karya Ramadhan K.H., diceritakan bahwa pernikahan Inggit dan Sukarno digelar secara sederhana. Inggit berasal dari keluarga biasa. Sukarno menggunakan baju putih dan jas beludru hitam dalam pernikahan itu. Yang menjadi saksi pernikahan hanya keluarga Soemosewojo.

Soemosewojo bisa meyakinkan Soekeni agar mengizinkan Sukarno menikahi Inggit karena memiliki hubungan emosional yang cukup kuat dengan ayah kandung Sukarno itu. Soemosewojo punya beran besar dalam ikhtiar Soekeni mengejar cinta Ida Ayu Nyoman Rai Srimben—si gadis penari suci asal Buleleng Bali. Karena ikatan emosional itu pula keluarga Soemosewojo dipercaya mewakili orang tua Bung Karno dalam pernikahan dengan Inggit.

Ndalem Pojok bisa dikatakan sebagai “tempat pelarian” Bung Karno saat dirundung galau dalam kehidupan pribadinya. Inggit sendiri, sebagaimana keterangan Kushartono—mengutip keterangan kakeknya, Soemodiharji—lebih akrab dengan keluarga Ndalem Pojok daripada dengan keluarga Soekeni yang tinggal Istana Gebang, Blitar.

Saat Bung Karno diasingkan ke Ende, Inggit yang hendak menyertai suaminya ke pengasingan diantar oleh Raden Soemodihardjo ke Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Sukarno diberangkatkan ke pengasingan dari Tanjung Priok, Jakarta, dan kapal yang membawanya berlabuh di Perak, Surabaya. Ketika di Tanjug Perak itulah Inggit menyusul Sukarno naik kapal.

Baca Juga :   Pancasila adalah Ideologi Terhebat yang Lahir dari Pemikiran Panjang dan Tertata

Sebuah ilustrasi gambar dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi menjelaskan momen tersebut. Ilustrasi tersebut menerangkan jika Bung Karno dan keluarganya naik Kapal Van Riebeeck dari Pelabuhan Surabaya menuju tempat pembuangan Ende, Flores, pada 1933.

Menurut Kushartono, Inggit kerap berkunjung ke Ndalem Pojok dan belajar membuat jamu, obat, serta bedak kecantikan Jawa di sana. Durasi kunjungnya meningkat saat Sukarno menjalani masa pembuangan di Bengkulu—hingga akhirnya Sukarno bertemu Fatmawati dan memutuskan untuk menikah yang ketiga kalinya.

(Wijdan/bersambung)

Artikel Terkait

Leave a Comment