samudrafakta.com

Kekayaan Budaya Indonesia adalah Investasi yang Perlu Dikembangkan

Budaya Indonesia merupakan investasi yang perlu dijaga dan dikembangkan. FOTO: Ilustrasi Canva
JAKARTA –Kebudayaan Indonesia sangat kaya, di mana Indonesia merupakan satu-satunya negara di dunia yang memiliki 1.000 suku di dalam satu negara. Fakta ini merupakan ‘investasi’ yang belum dikelola dengan baik. Perlu langkah-langkah strategis untuk mengembangkan investasi ini.

Fakta tersebut diungkap dalam acara grup diskusi terfokus (FGD) bertema “Revitalisasi Cerlang Budaya Lokal dalam Membangun Karakter Bangsa sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat”, yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa dan Bina Trubus Swadaya di Bentara Budaya Kompas, Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Sebagai informasi, istilah “cerlang budaya” juga dikenal denganl “local genius” atau “kearifan lokal.”  Menurut antropolog Universitas Indonesia (UI), Mundardjito, hakikat kearifan lokal adalah mampu bertahan terhadap budaya luar sekaligus memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar. Selain itu, juga mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur-unsur budaya luar ke dalam kebudayaan asli, memiliki kemampuan mengendalikan, dan mampu memberikan arah pada perkembangan budaya.

Kearifan lokal memiliki bentuk dalam budaya masyarakat tertentu berdasarkan fakta historis yang masih relevan saat kini, dan dapat diprediksi untuk masa depan.

Baca Juga :   Sumbu Kosmologis Yogyakarta: Pengingat Relasi Antara Tuhan, Manusia, dan Alam Semesta   
acara grup diskusi terfokus (FGD) bertema “Revitalisasi Cerlang Budaya Lokal dalam Membangun Karakter Bangsa sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat”, yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa dan Bina Trubus Swadaya di Bentara Budaya Kompas, Jakarta, Rabu (29/5/2024). FOTO: SF/Faried Wijdan

Dalam acara tersebut, Profesor Nurhayati Rahman, peneliti dan pentranskrip naskah La Galigo yang menjadi salah satu pembicara, menjelaskan bahwa ajaran luhur budaya Nusantara sebenarnya terekam dengan baik dalam naskah yang dia teliti dan transkrip tersebut. Sayangnya, masyarakat Indonesia saat ini enggan mempelajarinya.

Naskah tersebut justru dipelajari dan dikoleksi oleh negara lain, seperti Belanda, Amerika Serikat (AS), dan Singapura.

Mirisnya lagi, “Keberadaan naskah-naskah kuno tersebut justru dirawat di luar negeri karena Indonesia belum mampu merawat naskah kuno, dikhawatirkan akan rusak jika tidak dirawat dengan baik,” kata Nurhayati.

Padahal, Nurhayati menambahkan, dalam La Galigo terekam ajaran nilai luhur yang masih relevan dipraktikkan di zaman sekarang, seperti ucapan pemimpin tidak boleh mencla-mencle, tentang hak asasi manusia (HAM), dan gender.

Sementara itu, sineas kenamaan Indonesia, Garin Nugroho Riyanto—pembicara lainnya—menyatakan jika kebudayaan merupakan investasi bagi Indonesia. Maka dari itu, kata Garin, kebudayaan tidak hanya perlu dilindungi, tetapi juga dikembangkan.

Akan tetapi, menurut Garin, kekayaan budaya tersebut belum dioptimalkan. Tak sedikit pihak yang masih menganggap kebudayaan hanya sebagai warisan masa lalu dan beban biaya. Paradigma ini, kata Garin, perlu diubah dengan memandang kebudayaan sebagai investasi, sehingga tidak hanya perlu dilindungi, tetapi juga dikembangkan.

Baca Juga :   Lembuswana: Tunggangan Raja Mulawarman, Penjaga Sungai Mahakam

“Kebudayaan itu, selain masa lalu, juga menjadi masa kini dan masa depan. Di balik kekayaan budaya ternyata banyak nilai-nilai yang belum kita gali,” ucap Garin.

“Oleh sebab itu, perlu orang-orang kreatif untuk mengembangkannya. Nilai-nilai budaya yang digali juga bisa memperkuat karakter bangsa,” tambahnya.

Artikel Terkait

Leave a Comment