samudrafakta.com

Indonesia Peringkat Ke-3 Perbudakan Modern di Asia Tenggara, Kenapa DPR Enggan Membahasnya?

Ilustrasi perbudakan modern. | Canva
Berdasarkan laporan Walk Free—kelompok hak asasi manusia (HAM) internasional yang fokus pada pemberantasan perbudakan modern—Indonesia disebut memiliki prevalensi perbudakan modern dengan angka 6,6 per 1.000 penduduk. Tertinggi ke-3 di Asia Tenggara.

Sebagai Informasi, “prevalensi” adalah jumlah kasus yang terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah. Jadi, prevalensi perbudakan adalah kasus perbudakan di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu.

Perbudakan adalah sistem atau kondisi di mana kebebasan hidup seseorang dirampas dan dieskploitasi untuk bekerja bagi kepentingan orang lain.

Sistem perbudakan memang secara resmi telah dihapus, namun secara esensial—sebagaimana laporan Walk Free—praktik ini masih banyak ditemukan di era modern ini.

Jika perbudakan zaman dulu didefinisikan sebagai jual-beli manusia untuk dipekerjakan secara paksa, perbudakan di era modern didefinisikan sebagai segala bentuk eksploitasi dengan penahanan dokumen, sumpah ritual, pengendalian keuangan, ijon, pembatasan pergerakan, hingga menggunakan kekerasan dan ancaman yang merampas hak asasi para pekerja. Tujuannya  beragam, mulai dari eksploitasi tenaga kerja, perbudakan rumah tangga, eksploitasi seksual, hingga perdagangan manusia.

Baca Juga :   Muhaimin Iskandar Mengaku Dikudeta dari PKB dan Punya “Azimat” dari Gus Dur

Berdasarkan data yang dikumpulkan International Labour Organization (ILO), yang dihimpun oleh Walk Free, hingga tahun 2021 lalu, tercatat ada sekitar 50 juta orang di dunia modern ini hidup dalam situasi perbudakan. Angkanya meningkat hingga 10 juta dibandingkan data tahun 2016 silam.

Walk Free memberikan penilaian terhadap sebanyak 160 negara yang mengacu pada wawancara dan survei yang dilakukan dengan para penyintas di seluruh dunia.

Korea Utara disebut memiliki prevalensi perbudakan modern tertinggi, yaitu sebesar 104,6 per 1.000 penduduk. Artinya, ada sekitar 2,7 juta jiwa orang yang terjebak dalam aktivitas perbudakan modern di negara tersebut.

“Satu dari 10 orang di Korea Utara terjebak dalam perbudakan modern. Sebagian besar dari mereka dipaksa bekerja oleh negara,” demikian tulis Walk Free dalam laporannya.

Indonesia pun tak luput dari prevalensi perbudakan modern. Jika ditinjau berdasarkan kawasan, sebagaimana data Walk Free, peringkat Indonesia termasuk tinggi, di posisi ke-3 di Asia Tenggara.

Prevalensi perbudakan modern di negara ini mencapai 6,6 per 1.000 penduduk. Angka tersebut menempatkan Indonesia di peringkat ke-62 dalam skala global.

Baca Juga :   Efek Ekor Jas Pencawapresan Cak Imin dan Masa Depan PKB: Pilih Koalisi atau Oposisi?

Sementara itu, negara dengan prevalensi perbudakan modern tertinggi di Asia Tenggara adalah Myanmar, dengan capaian 12,1 per 1.000 penduduk. Angka tersebut membuat Myanmar menduduki posisi ke-13 di dunia.

Di lain sisi, skor indeks perbudakan modern terendah di Asia Tenggara dimiliki oleh Singapura, yang hanya mencatatkan prevalensi sebesar 2,1 per 1.000 penduduk.

Sebagai informasi, Walk Free menghitung prevalensi per seribu penduduk menggunakan faktor-faktor risiko perbudakan modern. Negara-negara yang memiliki prevalensi perbudakan moden tertinggi cenderung dipengaruhi oleh konflik, kebijakan pemberlakuan kerja paksa oleh negara, serta memiliki tata kelola hukum yang lemah.

Fenomena Perbudakan Modern di Indonesia

Data Walk Free adalah fakta—kendati itu pahit bagi Indonesia. Pasalnya, ada indikasi bahwa Indonesia masih mengamini praktik perbudakan modern, dengan tak sesegera mungkin menerbitkan regulasi yang bisa mengantisipasinya.

Beberapa kejadian tentang eksploitasi pekerja, terutama pekerja rumah tangga (PRT)—atau yang kerap disebut asisten rumah tangga (ART)—membabarkan fakta bahwa perbudakan modern nyata di negara ini.

Artikel Terkait

Leave a Comment