samudrafakta.com

Ijtihad adalah Perintah Tuhan dan Nabi untuk Semua Orang, Keliru pun Tidak Berdosa

Ilustrasi.
JAKARTA—Ijtihad boleh dilakukan oleh siapa saja, tak hanya mereka-mereka yang menyandang status ‘pemuka agama’. Perintah ijtihad kepada semua orang ini bahkan merupakan perintah Allah Swt. dan Nabi Muhammad Saw.

Setidaknya, ada dua hal yang menjadikan ijtihad adalah upaya yang istimewa, sehinga setiap orang wajib bersusah payah meluangkan waktu dan pikiran untuk melakukannya.

Itulah yang diungkapkan oleh Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Gunung Jati Cirebon, almarhum Prof. Muhammad Nursamad Kamba—yang akrab disapa Buya Kamba—dalam bukunya, Kids Zaman Now Menemukan Kembali Islam (2018).

Keistimewaan pertama adalah, Allah tidak membatasi kepada siapa ijtihad ini diperbolehkan. Semua orang boleh berijtihad selama dia sanggup. Allah membuka pintu ijtihad bagi siapa pun.

“Ijtihad bukan monopoli sekelompok tertentu dari umat ini. Sebab, monopoli otoritas dalam maslah agama adalah penyakit umat-umat terdahulu. Penyakit semacam inilah yang menyebabkan kehancuran umat sebelum Islam, di mana hanya para rahib dan pendeta saja yang berhak berbicara,” tulis Buya Kamba dalam bukunya, dikutip Rabu (22/5/2024).

Baca Juga :   Ijtihad Bukan Hanya Hak ‘Orang-Orang Tertentu’, Siapa Saja Berhak Melakukannya

Keistimewaan kedua, karena Allah tidak pernah memberikan pahala-Nya kepada orang yang bersalah atau keliru ketika berijtihad. Hadits yang masyhur dalam masalah ini, menurut Buya Kamba, adalah bahwa orang yang bersalah karena tidak sengaja, maka ia tidak berdosa. Artinya, Allah mengampuninya karena ketidaktahuannya. Akan tetapi, dalam hal ijtihad, kesalahan seorang mujtahid justru ditulis dengan satu pahala.

Memang, tidak gampang untuk bisa sampai kepada taraf ijtihad. Butuh seperangkat pengetahuan menyangkut diri dan alam sekitar.

Dalam Al-Qur’an, Allah berpesan agar manusia memperluas cakrawala pengetahuan ten­tang diri dan alam sekitar, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Fushshilat: 53. Tuhan tak henti-hentinya mengingatkan manusia agar menggunakan seluruh potensi dan bakat yang ada pada diri­nya, terutama potensi intelektual. Dari potensi indrawi, rasional, hingga spiritual. Penggunaan potensi-potensi inilah yang dimaksud sebagai proses ijtihad, atau dalam bahasa modern disebut intelektualisasi.

Artikel Terkait

Leave a Comment