samudrafakta.com

Gagal Manfaatkan Popularitas Sandiaga Uno, PPP ‘Catatkan Sejarah’: Untuk Pertama Kalinya Tak Lolos ke Senayan

Untuk pertama kalinya dalam sejarah kepesertaan di Pemilu, PPP tak lolos ke Senayan. (Dok. Tempo)
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) gagal memenuhi ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen. ‘Sejarah baru’ dicatat partai berlambang Kakbah ini, di mana untuk pertama kalinya mereka tak menempatkan wakilnya di Senayan.

Hasil rekapitulasi akhir Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu (20/3/2024) malam menunjukkan jika Partai Persatuan Pembangunan (PPP) gagal melaju ke Senayan. PPP hanya memperoleh 5.878.777 suara atau 3,873 persen.

Upaya ‘menunggangi’ popularitas Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, yang ditugaskan sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) 2024, untuk meraih dukungan rupanya gagal total.

Menparekraf Sandiaga Uno setelah menghadiri Rapimnas VI PPP di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta, Sabtu (17/6/2023). Popularitasnya gagal mendongkrak suara PPP. (Dok. Kompas)

Ketidaklolosan tersebut adalah sebuah ironi historis. Pasalnya, PPP adalah salah satu “partai senior” di Indonesia. Jika disandingkan dengan partai-partai lainnya—kecuali Golkar dan PDIP—PPP sudah jauh lebih lama berkecimpung di dunia politik Indonesia.

PPP adalah partai politik dengan jejak sejarah panjang di Indonesia. Dibentuk di masa Orde Baru, PPP hadir di panggung politik Tanah Air sebagai bagian dari kebijakan fusi atau penggabungan partai-partai berlandaskan agama Islam.

Fusi partai ini merupakan ide Presiden Soeharto untuk merampingkan partai-partai yang punya idologi serupa.Partai-partai beraliran nasionalis disatukan dalam Partai Demokrasi Indondesia atau PDI—tanpa predikat “Perjuangan”.

Baca Juga :   Ada Kiai Langitan dan Kakak Gus Baha di Timnas AMIN

PPP didirikan pada tanggal 5 Januari 1973, sebagai penggabungan dari empat partai berbasis Islam, yaitu Partai Nahdhatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Perti.

Dikutip dari situs resmi PPP, partai ini dipelopori oleh tokoh-tokoh politik Islam pada masa itu, seperti Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Idham Chalid; Ketua Umum Parmusi H. Mohammad Syafaat Mintaredja; Ketua Umum PSII Haji Anwar Tjokroaminoto; Ketua Umum Perti, Haji Rusli Halil; dan Haji Mayskur, Ketua Kelompok Persatuan Pembangunan di DPR.

PPP pun memproklamirkan diri sebagai “Rumah Besar Umat Islam”.

Sejak berkuasa di Indonesia, Presiden Soeharto tak ingin ada banyak partai di negara ini. Dia sepertinya belajar dari pengalaman demokrasi terpimpin masa Sukarno, di mana keberadaan banyak partai terbukti tidak efektif. Partai-partai yang ada malah saling menjatuhkan satu sama lain, yang menyebabkan stabilitas politik terganggu dan kebijakan negara tak terwujud.

Soeharto tidak mau masalah seripa terjadi di bawah pemerintahannya. Maka dari itu, lahirlah ide fusi atau penggabungan partai biar lebih simpel.

Baca Juga :   PRANK

Namun, ide penyederhaan partai tak bisa langsung terwujud di awal-awal masa Soeharto berkuasa. Pada Pemilu pertama Orde Baru, tahun 1971, semua partai ‘warisan’ zaman Sukarno, dengan berbagai macam ideologinya, ikut sebagai kontestan. Namun, KPU waktu itu menetapkan jika pemenang Pemilu adalah organisasi masyarakat bernama Golongan Karya (Golkar).

Artikel Terkait

Leave a Comment