Sejumlah dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) menolak usulan pemberian gelar guru besar kehormatan kepada individu-individu di sektor non-akademik. Penolakah tersebut mereka tuangkan dalam surat pernyatan yang diunggah di media sosial.
Surat tersebut bertanggal 22 Desember 2022. Menurut laporan CNNIndonesia.com, ada ratusan dosen UGM yang menolak usulan pemberian gelar guru besar kehormatan atau honorary professor bagi para pejabat publik di UGM itu. Surat ditujukan bagi Rektor UGM, Ketua, Sekretaris, Ketua-ketua Komisi, dan Anggota Senat Akademik UGM.

Di dalam surat terdapat enam poin yang disampaikan oleh dosen-dosen UGM. Salah satunya adalah menyatakan menolak usulan pemberian gelar Guru Besar Kehormatan kepada individu-individu di sektor non-akademik, termasuk kepada pejabat publik.
Para dosen UGM menilai profesor merupakan jabatan akademik, bukan gelar akademik. Dengan demikian, jabatan akademik memberikan tugas kepada pemegangnya untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban akademik. “Kewajiban-kewajiban akademik tersebut tidak mungkin dilaksanakan oleh seseorang yang memiliki pekerjaan dan atau posisi di sektor nonakademik,” bunyi pernyataan sikap tersebut.
Mereka berpendapat, pemberian gelar guru besar kehormatan kepada individu yang berasal dari sektor nonakademik tidak sesuai dengan asas kepatutan. Guru besar kehormatan seharusnya diberikan kepada pihak yang telah mendapatkan gelar jabatan akademik profesor.





