samudrafakta.com

Ada Tradisi “Gentong Babi” untuk Memenangkan Caleg, Apa Itu?

YOGYAKARTA—Salah satu anggota tim pemenangan calon anggota legislatif (caleg) Kota Yogyakarta yang tak mau disebutkan namanya—dikutip dari Harian Jogja—mengakui fenomena politik uang masih kencang terjadi di tengah-tengah masyarakat Kota Gudeg.

Sebagai salah satu anggota tim pemenangan, kata dia, ada dua tipe money politics yang kerap ditemui, yakni kompensasi kepada pemilih yang diberikan setelah pencoblosan serta sebelum pencoblosan atau “pork barrel”.

Sementara itu, seorang tim sukses (timses) dari salah satu caleg di Kota Yogyakarta yang juga tak bersedia disebutkan namanya mengatakan, fenomena pork barrel, atau yang biasa disebut “gentong babi”, merupakan sebuah kiasan untuk pengeluaran dari caleg untuk daerah pemilihannya. Pengeluaran ini merupakan imbalan atas dukungan yang diterima caleg, baik dalam bentuk kampanye atau suara pada pemilihan umum.

“Tujuannya agar mereka dapat terpilih kembali dalam pemilu,” katanya, Selasa (6/2/2024).

Menurut dia, fenomena pork barrel biasanya diawali dari masyarakat yang akan bersama-sama menentukan calonnya. Jika caleg yang dipilih menang, maka caleg akan dimintai kompensasi berupa pemberian program-program yang ada pada masyarakat.

Baca Juga :   Pilih Ikut Jokowi, Maruarar Sirait Pamit dari PDIP

“Jadi, saat seorang menang pileg, maka dia [masyarakat] berharap melalui lembaga DPRD bisa memberikan akses program-program pemerintah, sehingga mereka mendapat bagian dari program-program itu,” jelasnya.

Ada juga politik uang yang diberikan sebelum pencoblosan. Aksi ini merupakan upaya untuk memengaruhi pilihan pemilih dengan imbalan materi atau yang lainnya.

Model ini sama dengan konsep suap. Tak hanya dalam bentuk uang tunai, kompensasi juga bisa dalam bentuk tenda, kursi, hingga berbagai fasilitas atau kebutuhan masyarkat. Sering kali, politik uang model ini justru melibatkan para pemangku wilayah.

Dengan konsep ini, pemangku wilayah seperti ketua RT, RW, atau ketua kampung akan memberi penawaran kepada caleg.

Misalnya, pemangku wilayah mampu mengumpulkan massa hingga sekian orang, lalu mereka akan mengajukan nominal uang atau kebutuhan yang mereka butuhkan kepada caleg. Besarannya bervariasi, tapi pada akhirnya nilai kompensasi antara warga dan caleg merupakan hasil kesepakatan bersama.

“Kalau uang, bisa perorangan hitungannya. Misalnya, terkumpul berapa pun, dananya sekian. Wani ora(berani apa tidak) Rp1 juta? Misal aku punya 25 orang, Rp2 juta, misalnya. Itu banyak variannya dan caleg sendiri juga menawarkan berapa mereka akan memberi ke masyarakat. Artinya terjadi mekanisme pasar, penawaran dan permintaan,” ungkapnya.

Baca Juga :   Tak Ada Instruksi Khusus dari PDIP Terkait Hak Angket dan Megawati Dikabarkan Bakal Bertemu Prabowo, Banteng ‘Main Aman’?

FOTO: Ilustrasi

Artikel Terkait

Leave a Comment