samudrafakta.com

Sunan Kudus (3): Panglima Perang Demak yang Diliputi Kontroversi

Kisah Raden Jakfar Shadiq atau Sunan Kudus tak hanya identik dengan upaya dakwah, tetapi juga dengan tiga peristiwa politik besar terkait konflik antara Majapahit dengan Demak Bintara.

Pertama, dia memimpin pertempuran ketiga melawan sisa kekuatan Majapahit di Kediri, meneruskan tugas ayahandanya yang gagal dalam pertempuran menaklukkan sisa-sisa kekuataan Majapahit di Wirasabha. Kedua, dia menumpas gerakan Ki Ageng Pengging dan gurunya, Syekh Siti Jenar, yang dianggap makar oleh Sultan Demak. Ketiga, ikut mengatur suksesi tahta Demak pasca-wafatnya Sultan Trenggana, di mana Sunan Kudus dikisahkan memihak muridnya yang setia, Arya Penangsang, Adipati Jipang Panolan.

Dalam naskah Pararaton yang diterbitkan J.L.A. Brandes (1920) dikisahkan bahwa sepeninggal Sunan Ampel, para santri memutuskan untuk menyerang Majapahit yang bertahan di pedalaman. Sebenarnya Sunan Kalijaga sudah berusaha menghalangi keinginan para santri itu dengan mengemukakan alasan bahwa Raden Patah Raja Bintara atau Demak masih menunjukkan kesetiaannya kepada Majapahit, dengan bukti masih setia seba (mengirim upeti) ke Majapahit. Namun, upaya Sunan Kalijaga sia-sia. Laskar santri tetap menyerbu sisa-sisa kekuatan Majapahit.

Baca Juga :   Sultan Malik al-Shalih, Wali Pendiri Kerajaan Samudra Pasai

Di bawah pimpinan Imam Masjid Demak Sunan Ngudung dan pemuka agama yang lain, para santri Demak yang tergabung dalam Laskar Suranata bergerak menuju Majapahit. Adipati Terung Raden Kusen—adik Raden Patah dan paman Sultan Trenggana—yang diangkat menjadi senapati Majapahit, mula-mula menghindar dari tugas karena tidak ingin berperang dengan para santri dari Demak. Pasukan Majapahit pun dipimpin sendiri oleh Patih Gajah Mada—dalam historiografi Jawa semua Patih Majapahit disebut “Gajah Mada”—berhasil memukul mundur barisan santri dalam pertempuran di Tuban.

Dalam serangan kedua, barisan santri kembali dipimpin oleh Sunan Ngudung, yang kali itu mengenakan Jubah Antakusuma. Menurut cerita, jubah tersebut pernah dikenakan oleh Nabi Muhammad Saw. dan diperoleh ulama Demak dari langit. Kali itu pasukan Majapahit dipimpin oleh Adipati Terung bersama Raja Pengging Andayaningrat dan putra sulungnya Kebo Kanigara—putra mahkota Majapahit Arya Gugur, Adipati Klungkung dari Bali.

Adipati Terung dan Andayaningrat adalah dua orang Muslim yang mengabdi kepada Majapahit. Status Adipati Terung sama dengan Pangeran Ngudung, yaitu sama-sama cucu menantu Sunan Ampel. Hanya karena kepatuhan pada perintah Sunan Ampel yang memintanya untuk mengabdi kepada Majapahit, ia terpaksa menghadapi orang-orang Islam yang menyerang Majapahit.

Baca Juga :   Syekh Jumadil Kubra, Moyang Para Wali yang Meruwat Tanah Jawa

Dalam Serat Kandaning Ringgit Purwa Jilid IX Pupuh 413, yang ditulis dalam tembang Durma, pertempuran kedua antara pasukan Majapahit melawan barisan santri itu terjadi di Wirasabha, tepatnya di Tunggarana, perbatasan Jombang dan Kediri.

Serat Kandaning Ringgit Purwaning Ringgit Purwa menguraikan, para prajurit Majapahit yang beragama Islam melaporkan kepada Raja Majapahit bahwa Raja Pengging Andayaningrat tewas dalam pertempuran tersebut. Raja Majapahit pun marah dan memerintah Adipati Klungkung untuk memimpin perang. Namun, putra-putra raja yang sudah memeluk Islam menyatakan tidak akan ikut berperang. Mereka kembali ke negeri masing-masing.

Artikel Terkait

Leave a Comment