samudrafakta.com

Sumpah Mubahalah: Simbol Perlawanan ‘Top Level’ Melawan Dusta dan Fitnah

Ilustrasi: SF.

Sementara itu, ulama dan cendekiawan Indonesia juga punya pendapat tentang mubahalah. Prof. Nadirsyah Hosein, ulama-cendekiawan Nahdlatul Ulama, pernah memposting tulisan soal Salah Kaprah Mubahalah, 7 Juni 2017. Penulis mengutip 5 redaksi posting ulama yang akrab disapa Gus Nadir itu ketika merespon rama-ramai soal mubahalah Habib Rizieq vs. Ade Armando:

  1. Ada yg menyangka mubahalah itu bisa dipakai utk menghindari proses hukum. KELIRU!
  2. #mubahalah di masa Rasul berkenaan dg masalah aqidah, bukan soal dugaan tindak pidana. Ini 2 perkara yg harus dibedakan.
  3. Sebagai contoh kalau ada yg dituduh mencuri, maka proses pembuktiannya bisa lewat sumpah, saksi, atau alat bukti lain, bukan #mubahalah
  4. Buktikan anda tdk berada di tempat kejadian, ajukan saksi, dokumen, dll. Bukan menantang lewat #mubahalah
  5. Apa bedanya #mubahalah dan sumpah? Mubahalah itu saling melaknat. Sumpah di pengadilan tidak demikian

Sementara itu, Dr. Asrorun Niam Saleh, Sekretaris Komisi Fatwa MUI periode 2015-2020, yang saat ini ia menjabat Ketua Bidang Fatwa MUI, mengomentari soal Sumpah Mubahalah yang diajukan Anas Urbaningrum, sebagaimana penulis kutip dari Detik:

“(Sumpah mubahalah) dilakukan untuk kepentingan agama yang fundamental, menyatakan kebenaran, bukan urusan duniawi dan hawa nafsu, serta niatnya tulus. Bukan untuk menggapai kemenangan semata. Mubahalah bertujuan untuk membuktikan kebenaran yang jelas kebenarannya dan mematahkan kebatilan yang jelas batilnya. Solusi mencari dan menyakinkan akan kebenaran tidak harus lewat mubahalah, apalagi jika terkait urusan duniawi. Hakim mengadili berdasarkan norma hukum positif dan keyakinan hakim, sedangkan mubahalah dasarnya adalah norma keagamaan.”

Menurut analisa dan pendapat penulis, dari pernyataan tersebut, muncul kesan adanya keengganan berpolemik soal benar atau tidak pengajuan sumpah mubahalah yang diajukan Anas Urbaningrum kepada jaksa dan hakim di Pengadilan Tipikor. Soal sedikit perbedaan pendapat antara ulama dan pakar Indonesia dengan ulama dan pakar Malaysia, sila pembaca sendiri yang menilai dan menganalisa: siapa yang lebih berani dan sekuler?

Dalam Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka menuliskan syarat-syarat mubahalah, sebagaimana ditetapkan para ulama: 

  1. Ikhlas karena Allah. Mubahalah sejatinya merupakan doa dengan kerendahan diri di hadapan Allah Swt. Karena itu, agar dikabulkan oleh-Nya, mubahalah hendaknya diniatkan dengan ikhlas seperti ibadah-ibadah lainnnya. Mubahalah tidak diperkenankan dilakukan jika niatnya untuk saling mengalahkan, memenangkan hawa nafsu, atau agar terkenal dan dipandang oleh orang lain. Mubahalah semata-mata dilakukan untuk melindungi dan menunjukkan kebenaran. 
  1. Memiliki Ilmu. Mubahalah adalah perkara yang didahului dengan perdebatan dan pertentangan. Oleh sebab itu, mubahalah harus didasari dengan suatu ilmu sehingga membawa dampak yang baik bagi banyak orang. Jadi, hendaknya yang mengajak untuk melakukan mubahalah adalah seseorang yang luas ilmunya, misalnya ulama. 
  1. Orang yang Meminta Mubahalah Termasuk Orang Saleh dan Bertakwa. Salah satu sebab utama diterimanya doa adalah kedekatan seseorang dengan Allah Swt. Agar doanya cepat terkabul, orang yang bermubahalah hendaknya adalah orang yang taat dan gemar mengesakan Allah dengan mengerjakan perintah-Nya. 
  1. Mubahalah setelah Menyampaikan Hujah kepada Penentang. Boleh dilakukan jika penentang masih kokoh dengan pendapatnya dengan tetap dengan keyakinannya yang batil, tidak mau menerima kebenaran, serta tidak mau diajak berdamai dan berdiskusi. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Imam Ibnul Qayyim dalam Jami’u al-Ulumi wa al-Hikam tulisan Ibnu Rajab: “Peraturan yang berlaku dalam pertikaian dengan pelaku kebatilan adalah jika telah dijelaskan kepada mereka kebenaran yang datang dari Allah Swt., dan mereka belum berpaling dari kebatilan itu, bahkan kokoh dalam hal tersebut hendaklah diajak untuk mubahalah. 
  1. Berkaitan dengan Urusan Penting dalam Agama. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, mubahalah tidak diperbolehkan kecuali untuk pertikaian mengenai agama secara syar’i. Dengan kata lain, mubahalah tidak dibenarkan untuk setiap permasalahan yang dihadapi oleh manusia.

 

Leave a Comment