samudrafakta.com

Sidang Perdana Gagal, Jalan Mencari Keadilan Masih Panjang

Salus populi suprema lex esto—keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi.” Kredo yang dipopulerkan oleh Cicero berabad-abad lampau ini umumnya dijadikan azas oleh negara-negara modern—termasuk Indonesia—untuk menjaga keselamatan rakyatnya. Namun, beberapa fakta yang berlangsung di negara ini cenderung menunjukkan hukum tertinggi itu masih belum dijunjung. Upaya mitigasi untuk menjaga keselamatan rakyat tak teraplikasikan dengan sempurna. Kematian beruntun akibat gagal ginjal akut pada anak, gara-gara keracunan obat, adalah salah satu contoh paling konkret tentang kegagalan negara menjamin keselamatan rakyatnya.

Hingga awal tahun 2023 ini, tercatat 200-an anak meninggal dunia akibat gagal ginjal akut, sementara puluhan anak lainnya terancam cacat permanen. Ratusan keluarga mengalami kerugian materiil dan imateriil karena harus kehilangan anak-anak mereka secara mendadak. Puluhan anak lainnya masih harus lunglai dalam perawatan rumah sakit maupun perawatan mandiri orang tua mereka, dan kemungkinan besar bakal menanggung cacat seumur hidup.

Berbagai upaya ditempuh oleh keluarga korban untuk mendapatkan keadilan, salah satunya melayangkan gugatan class action terhadap Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM); dua produsen obat, PT Afi Farma Pharmaceutical Industry dan PT Universal Pharmaceutical Industries; serta lima perusahaan supplier bahan obat beracun, yakni, PT Megasetia Agung Kimia, CV Budiarta, PT Logicom Solution, CV Mega Integra, dan PT Tirta Buana Kemindo.

Baca Juga :   Utang Negara, Warisan yang Terus Menumpuk

Para tergugat dituding sebagai pihak yang harus bertanggung jawab atas beredarnya obat-obatan yang merenggut nyawa dan masa depan anak-anak keluarga korban. Namun, upaya gugatan itu juga tidak mudah.

Pada Selasa, 17 Januari 2023 lalu, seharusnya sidang gugatan class action itu digelar. Namun, sidang ditunda hingga Selasa, 7 Februari 2023—atau tiga pekan setelahnya—karena banyak pihak tergugat—terutama para supplier bahan obat—yang tidak hadir. Dua ketua kelompok dari pihak penggugat juga tidak hadir.

Dari sembilan pihak yang digugat keluarga korban, hanya empat yang menghadiri persidangan, yaitu lain BPOM, Kemenkes, PT Afi Farma Pharmaceutical Industry, dan PT Tirta Buana Kemindo. Hanya saja, dari pihak Kemenkes dan BPOM bukan unsur pimpinannya yang hadir, melainkan perwakilannya.

“Ini barang tidak perlu ditunda lagi kalau BPOM datang kepalanya, bukan ngirim kroco-nya. Begitupun dengan Kemenkes dan yang lain. Datang, ketemu korban, minta maaf,” ujar Tegar Putuhena selaku kuasa hukum korban gagal ginjal akut, usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa, 17 Januari 2023.

Baca Juga :   Subsidi Motor Listrik Mulai Maret, Apakah Bakal Tepat Sasaran?

“Ini bisa cepat kalau BPOM, Kemenkes, dan pihak lainnya punya itikad baik. Yang kami lihat hari ini tdak ada itikad baik,” lanjut Tegar.

Tegar mengaku kecewa lantaran pihak-pihak tergugat menganggap remeh kasus kejahatan luar biasa yang telah menewaskan ratusan anak itu. “Kami kecewa dengan proses ini, karena awalnya kami berpikir peristiwa gagal ginjal akut yang merenggut nyawa anak-anak tidak berdosa ini menjadi perhatian semua orang dan semua pihak, baik kementerian maupun swasta,” kata Tegar.

“Awalnya kami pikir sidang perdana ini akan dihadiri secara antusias oleh para pihak. Tetapi, rupanya sampai sidang dibuka dan ditutup lagi, para tergugat yang kami minta pertanggungjawabannya hanya hadir sedikit,” lanjutnya.

Menurut Tegar, ketidakhadiran tergugat itu sangat mengiris hati keluarga korban. Sikap tergugat mengindikasikan ketidakpedulian terhadap para korban. “Sepertinya orang-orang ini masih menganggap bahwa hilangnya nyawa anak-anak tidak berdosa, yang ratusan orang itu, sebagai peristiwa yang tidak terlalu luar biasa, sehingga tidak mendapatkan penanganan yang serius dari pihak-pihak terkait,” sindir Tegar.

Baca Juga :   Mengglorifikasi Cinta Tanah Air Tanpa Henti Meski Sering Dianggap Sepi

Artikel Terkait

Leave a Comment