Di tengah rendahnya kepercayaan publik pada kepolisian, Presiden Prabowo menyatakan siap membentuk tim reformasi Polri. DPR dan Kompolnas pun didesak ambil peran memperkuat pengawasan.
__________
Presiden Prabowo Subianto menegaskan kesediaannya membentuk komisi khusus untuk reformasi kepolisian. “Kalau memang itu yang diinginkan rakyat, saya siap bentuk tim reformasi Polri,” kata Prabowo, Jumat (12/9).
Pernyataan ini muncul di tengah kritik publik soal kekerasan aparat dan rendahnya legitimasi Polri.
Kompolnas ikut mendorong percepatan perubahan. “Penguatan instrumen penegakan hukum berbasis HAM adalah kebutuhan mutlak reformasi,” ujar Komisioner Kompolnas Khoirul Anam, dikutip Tempo.co (8/9).
Menurutnya, komitmen politik dari Presiden perlu dibarengi dengan penguatan regulasi yang melibatkan DPR.
Koalisi masyarakat sipil menilai DPR tak bisa tinggal diam. “Agenda reformasi tidak menyentuh akar persoalan. Masalah budaya, struktur, dan impunitas masih belum terselesaikan,” bunyi pernyataan resmi, 2 Juli 2025.
DPR didesak untuk mengawasi, memperkuat regulasi, sekaligus mencegah reformasi hanya berhenti pada jargon.
Respons Polri
“Polri harus menjadi organisasi modern, dan bagian dari itu adalah menerima kritik,” kata Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, Karo Penmas Divisi Humas Polri, Jumat (5/9).
Polri menyebut telah menjatuhkan lebih dari 3.000 sanksi etik sepanjang 2024, termasuk 414 pemecatan tidak hormat. Namun, banyak kasus dianggap publik hanya berhenti pada ranah etik, tanpa proses pidana.
Data Komnas HAM tahun 2024 mencatat 2.305 aduan pelanggaran HAM, dengan Polri di puncak: 350 kasus. KontraS menambahkan ada 645 peristiwa kekerasan, 38 korban meninggal, dan 35 kasus extrajudicial killing.
Survei Metrotvnews 2025 menempatkan Polri dengan tingkat kepercayaan publik hanya 28,7 persen. Angka ini jadi alarm bagi elite politik bahwa reformasi tidak bisa ditunda.
Jalan ke Depan
Peta reformasi yang ditawarkan antara lain: proses pidana bagi pelanggar HAM, penguatan Kompolnas, transparansi kebijakan, pelatihan non-represif, hingga desentralisasi kontrol internal.





