samudrafakta.com

Menag Terbitkan Pedoman Ceramah: Kebijakan yang Dinilai Berlebihan

JAKARTA | SAMUDRA FAKTA—Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 9/2023 tentang Pedoman Ceramah Keagamaan. SE tertanggal 27 September 2023 itu terbit ketika pelaksaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 makin dekat. Ada yang menilai SE tersebut berlebihan—bahkan membatasi hak politik masyarakat. 

SE Menag 9/2023 mengatur tujuh ketentuan seputar materi ceramah keagamaan, dengan tujuan menghindari konten yang dapat memicu intoleransi, diskriminasi, anarki, atau kampanye politik praktis. “Bahwa kerukunan umat beragama merupakan bagian dari kerukunan nasional yang perlu dijaga untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa sebagai modal dasar pembangunan nasional yang berkelanjutan,” demikian bunyi latar belakang diterbitkannya Pedoman Ceramah Agama tersebut, dikutip Sabtu, 7 Oktober 2023.

Menurut Direktur Penerangan Agama Islam Kemenag Ahmad Zayadi, SE ini berpijak pada prinsip bahwa kerukunan umat beragama adalah fondasi penting dari kerukunan nasional. “Hal ini penting untuk mempertahankan dan memajukan persatuan dan kesatuan, yang merupakan modal utama dalam memajukan bangsa ke depan,” kata Zayadi dalam keterangannya pada Rabu, 4 Oktober 2023. 

Zayadi menambahkan, pedoman ini memiliki dua tujuan utama. Pertama, memberikan panduan jelas bagi penceramah agama dalam memberikan ceramah keagamaan. Kedua, memberikan panduan bagi pengurus dan pengelola rumah ibadah, utamanya dalam memfasilitasi pelaksanaan ceramah keagamaan. 

Baca Juga :   Ada Lima “Tuhan” yang Bakal Nyoblos Pemilu 2024 di Jember

Menurut Zayadi, selama ini para penceramah agama di Indonesia mengambil peran penting dalam kehidupan masyarakat, terutama untuk mewujudkan kerukunan umat beragama. “Karena itu, Kemenag menilai sangat penting menerbitkan panduan yang memuat tentang kualifikasi penceramah, materi ceramah, hingga pentingnya pembinaan penceramah yang dilakukan oleh Kemenag di semua tingkatan,” lanjut dia.

Di sisi lain, Pengamat Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli menilai, sikap Menag menerbitkan SE tersebut merupakan hal yang berlebihan. Lili berpandangan bahwa terbitnya SE tersebut sama saja dengan membungkam hak berbicara penceramah agama. 

“Saya kira SE tersebut terlalu jauh mencampuri para da’i untuk berceramah. Menjadi hak para da’i untuk berceramah apa saja, termasuk politik praktis, sepanjang tidak untuk makar, mengganti ideologi Pancasila, dan politisasi agama atau politik identitas,” kata Lili dalam keterangannya pada Rabu, 4 Oktober 2023.

Menurut Lili, ceramah terkait politik praktis, sepanjang tidak mengadu domba, sejatinya menjadi bagian dari pendidikan politik bagi masyarakat. “Jamaah atau audiens harus tahu tentang politik sehingga mereka tidak buta tentang politik,” ujarnya. 

Baca Juga :   Viral Video Zulkifli Hasan Dinilai Lecehkan Shalat, Wapres: Jangan Dibuat Bercanda

Lili justru menyinggung Menag Yaqut Cholil Qoumas yang dalam beberapa kesempatan justru berbicara politik praktis di hadapan orang banyak. Termasuk pernyataan yang mengatakan terkait “amin” dan “bid’ah”.

Dia menilai, alih-alih menerbitkan SE yang melarang penceramah agama berceramah yang bermuatan politik praktis, lebih baik Menag berkaca terlebih dahulu dan memberikan contoh dengan tidak menyampaikan hal-hal berkaitan dengan politik praktis. 

“Sementara Menteri Agama sendiri kerap bicara politik praktis atau pilpres. Padahal, itu bukan tupoksinya. Akhirnya beberapa sambutannya memunculkan kontroversial,” tandasnya.

Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla mewanti-wanti agar penceramah tidak berkampanye di masjid dan rumah ibadah lainnya.

“Yang tidak boleh berkampanye di masjid. Kalau ceramah, kan, orang biasa ceramah.Tapi enggak boleh berkampanye untuk seseorang di masjid,” kata Jusuf Kalla, di Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 4 Oktober 2023.

Menurut Mantan Wakil Presiden RI ini, siapa pun boleh berbicara tentang banyak hal tanpa melanggar aturan, termasuk kampanye. Namun demikian, menurut Kalla, rumah ibadah seperti masjid sebaiknya dibiarkan saja menjadi tempat ibadah dan kegiatan sosial, disterilkan dari kampanye politik.

Terbitnya SE Menag ini juga mengundang respons dari Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Politisi yang kerap disapa Bamsoet itu menilai, semestinya Menag menghargai kebebasan berpendapat. “Prinsip ini didasarkan pada kebebasan menyampaikan pendapat, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara (UUDN) 1945,” kata Bamsoet.

Baca Juga :   Ganjar Minta Data Pertahanan Negara dalam Debat, Jokowi: Tidak Semua Bisa Dibuka 

Namun, di sisi lain, Bamsoet juga meminta agar para tokoh dan penceramah menghargai proses politik yang sedang berlangsung. Politisi Partai Golkar itu berharap para penceramah menjauhi upaya provokasi dan kampanye yang dapat memicu perpecahan antar-umat beragama karena perbedaan pandangan politik.

“Saya berharap agar Surat Edaran Pedoman Ceramah ini dapat dipahami dengan baik oleh para penceramah. Memahami maksud dan tujuannya,” tandasnya.

Mantan Ketua DPR RI ini juga meminta agar Kemenag, melalui Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan unsur lainnya, menyosialisasikan SE  ini secara massif ke seluruh rumah ibadah. “Agar SE  ini menjadi pedoman bagi para pemuka agama atau penceramah agama dalam menyampaikan ceramah keagamaan,” tukasnya.

Bamsoet juga menyarankan agar Kemenag sebaiknya tidak memaksakan pandangan tertentu. Dia mengimbau agar para penceramah mampu memposisikan diri tanpa memihak golongan tertentu saat menyampaikan ceramahnya. 

--Foto: Dok. Kemenag RI
Wijdan

 

Artikel Terkait

Leave a Comment