samudrafakta.com

Memahami Sejarah Kemerdekaan untuk Hindari Dosa Politik

“Atas Berkat Rahmat Allah”

Frasa “Allah Yang Maha Kuasa” dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sempat menimbulkan kontroversi dalam sidang Panitia Pelaksana Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang berlangsung pada 18 Agustus 1945. Ketika itu muncul usulan mengubah frasa “Allah Yang Maha Kuasa” yang memberkati kemerdekaan Indonesia. Sesaat menjelang berakhirnya pembahasan Pembukaan UUD 1945, Sukarno sebagai pimpinan sidang menawarkan apakah ada perubahan pada redaksi pembukaan UUD 1945 itu.

Sebagaimana dikutip Risalah Sidang BPUPKI-PPKI (1998, hal. 537), I Gusti Ketut Pudja, salah satu anggota PPKI yang kemudian menjadi Gubernur Sunda Kecil, mengusulkan agar kata “Allah” diubah dengan “Tuhan”.  Maksudnya, frasa ”Atas Berkat Rahmat Allah” diganti ”Atas Berkat Tuhan Yang Maha Kuasa”. Usulan tersebut ditangkap Sukarno, yang kemudian mengulang apa yang disampaikan Pudja; ”Diusulkan supaya perkataan ‘Allah Yang Esa’ diganti dengan ‘Tuhan Yang Maha Esa’. Tuan-tuan semua mufakat kalau perkataan ‘Allah’ diganti dengan ‘Atas Berkat Tuhan Yang Maha Kuasa’? Tidak ada lagi, Tuan-Tuan? Kalau tidak ada lagi, saya baca seluruhnya, maka kemudian saya sahkan”. Setelah itu Sukarno membacakan seluruh teks Pembukaan UUD 1945, di mana istilah “Allah” diganti dengan “Tuhan”.

Baca Juga :   Kabar Gembira dari Kemenag, Dana BOS untuk Pesantren Tahap I Cair Rp220 Miliar

Akan tetapi, kesepakatan kata ”Tuhan” pada sidang 18 Agustus 1945 itu ternyata tidak muncul dalam Berita Republik Indonesia Tahun II No. 7, yang diterbitkan pada 15 Februari 1946. Pada berita itu masih tertulis ”Atas Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa”. Menurut editor buku Risalah Sidang BPUPKI, kemungkinan besar itu merupakan kesalahan teknis dalam suasana revolusi saat itu.

Selain Berita Republik Indonesia Tahun II No. 7 yang terbit 15 Februari 1946, ada dua dokumen negara lainnya yang mengabadikan Risalah Sidang BPUPKI, terutama menyangkut Pembukaan UUD 1945. Namun, ada perbedaan soal pemuatan kata “Allah” dan “Tuhan” dalam dua dokumen itu.

Pada Lembaran Negara No. 75 Tahun 1959 halaman 3, alinea ketiga tertulis ”Atas Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa”. Artinya, susunan kalimatnya sama dengan yang tertulis dalam Berita Republik Indonesia. Sementara dalam arsip lainnya, yaitu Dokumentasi Kementrian Penerangan Republik Indonesia No. 1 tahun 1945, bunyi alinea tiga sama dengan apa yang terekam dalam Sidang PPKI, yakni: ”Atas Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa”.

Baca Juga :   DHIBRA Salurkan 300 Paket Santunan untuk Korban Banjir Demak, Kudus, dan Pati di Lokasi Pengungsian Mandiri

Terlepas dari kontroversi historis tersebut, Kiai Muchtar Mu’thi dan Tarekat Shiddiqiyyah memilih berpedoman pada frasa “Atas Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa”. Kiai Tar pernah mengeluarkan seruan khusus kepada seluruh pengikutny terkait kemerdekaan itu: “Alchamdulillah, dengan Berkat Rochmat Allah dan cita-cita Bangsa Indonesia yang luhur. Pada tanggal 9 Romadlon 1365 H/17 Agustus 1945 M tanah air kita yang kita cintai lepas dari jahanamnya imperialis putih dan ‘ucul’ dari neraka jahannamnya imperialis kuning.

Pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945 atau 9 Ramadhan 1364 M. (Dok.)

Artikel Terkait

1 comment

Agama Bukan Candu, Tetapi Booster Kemandirian Ekonomi – samudrafakta.com 28 Februari 2023 at 15:50

[…] Doktrin cinta tanah air Tarekat Shiddiqiyyah juga diaplikasikan dengan cara membangun kemandirian ekonomi. Upaya membantu menggairahkan aktivitas perekonomian negara, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sekaligus mencegah penyebaran ideologi teror atas nama agama. […]

Reply

Leave a Comment