samudrafakta.com

Krisis Pangan Mengepung Dunia, Siapkah Indonesia?

Indonesia Sudah Diperingatkan Sejak 2023

Presiden Joko Widodo atau Jokowi, pada bulan September 2023, sebenarnya juga pernah mengingatkan soal ancaman malapetaka krisis pangan yang berpotensi menghantam dunia, termasuk Indonesia. Semua pihak, menurut Jokowi, harus berhati-hati.

“Hati-hati hati-hati, ancaman perubahan iklim sudah nyata dan sudah kita rasakan dan dirasakan semua negara di dunia,” kata Jokowi pada Festival Lingkungan, Iklim, Kehutanan, dan Energi Baru Terbarukan (LIKE) di Indonesia Arena Gelora Bung Karno, Jakarta, Senin, 18 September 2023.

“Suhu bumi semakin panas, cuaca juga semakin panas, kekeringan ada di mana-mana, bukan hanya di Indonesia saja,” tegasnya.

Kondisi tersebut, kata Jokowi, mengakibatkan munculnya berbagai macam krisis, salah satunya pangan. Kata dia, banyak negara kini kesulitan untuk mendapatkan pangan, baik dari produksi dalam negeri maupun impor.

”Akhirnya ada krisis pangan. Beberapa negara kekurangan pangan, baik itu gandum, beras,” ujarnya.

Persoalan semakin rumit ketika belasan negara memilih untuk menahan ekspor, khususnya beras.

”Yang biasanya negara-negara itu mengekspor berasnya 19 negara, sekarang sudah setop ngerem ekspornya. Tidak diekspor lagi, sehingga banyak negara yang harga berasnya naik. Termasuk di Indonesia, sedikit naik,” terangnya.

Baca Juga :   Banjir Demak Meluas, Paling Parah dalam 50 Tahun, 25 Ribu Lebih Warga Mengungsi dan Butuh Bantuan

Belakangan Jokowi juga menjelaskan penyebab harga beras naik ugal-ugalan. Dia menyebut penyebabnya karena produksi beras berkurang. Dikutip dari detikFinance, di Indonesia, produksi berkurang karena perubahan iklim yang ekstrem. Hal itu membuat gagal panen terjadi.

”Kita tahu harga beras di seluruh negara sekarang naik. Tidak hanya di Indonesia saja, tapi di seluruh negara. Kenapa naik? Karena ada yang namanya perubahan iklim, ada yang namanya perubahan cuaca, sehingga gagal panen. Produksi berkurang sehingga harganya jadi naik,” kata Jokowi saat memberikan bantuan beras di Gedung Kawasan Pertanian Terpadu, Kota Tangerang Selatan, Banten, Senin, 19 Februari 2024.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati pernah menyampaikan sarannya kepada negara-negara ASEAN agar bekerja sama mengantisipasi krisis pangan akibat perubahan iklim. Utamanya komitmen mengedepankan komitmen kebijakan terhadap lingkungan dan ketahanan pangan.

Hal tersebut diungkapkan Dwikorita dalam acara Federation of ASEAN Economist Association (FAEA 46) Conference di Yogyakarta, Jumat, 17 November 2023.

“Perubahan iklim yang terjadi saat ini membawa dampak serius bagi perekonomian seluruh negara, tanpa terkecuali, termasuk dalam hal ketahanan pangan. Apabila situasi ini terus dibiarkan, maka Food and Agriculture Organization (FAO) memprediksi tahun 2050 mendatang dunia akan menghadapi krisis pangan,” ungkap Dwikorita ketika itu.

Baca Juga :   Ilmuwan Korsel Padukan Beras dan Daging, Jadi Nasi yang Enak Dimakan Tanpa Lauk

Dwikorita juga menjelaskan, berdasarkan catatan World Meteorological Organization (WMO), tahun 2023 menjadi tahun penuh rekor temperatur. Kondisi ini tidak pernah terjadi sebelumnya, dimana heatwave atau gelombang panas terjadi di banyak tempat secara bersamaan.

Sementara itu, kata dia, Juni hingga Agustus 2023 merupakan tiga bulan terpanas sepanjang sejarah, dan bulan Juli 2023 menjadi bulan paling panas. Realitas perubahan iklim tersebut menjadikan tahun 2023 tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan iklim, mengalahkan tahun 2016 dan tahun 2022.

”Perubahan iklim memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air yang sudah semakin langka dan menghasilkan apa yang dikenal sebagai water hotspot,” imbuhnya.

Dwikorita menyampaikan bahwa ancaman krisis pangan pada akhirnya juga akan merembet dan berdampak pada krisis lainnya, termasuk ekonomi dan politik, sehingga mengganggu stabilitas dan keamanan negara.

Artikel Terkait

Leave a Comment