samudrafakta.com

Konsesi Tambang untuk Ormas Keagamaan Berpotensi Langgar UU dan Rencana Umum Energi Nasional

Presiden Jokowi dan rombongan melihat langsung proses penambangan bawah tanah di Kabupaten Mimika, Papua. Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menerbitkan aturan organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan bisa mengelola tambang. Ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 yang diteken Jokowi 30 Mei 2024. (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Menyoal alasan pemerintah mau memberikan izin tambang kepada Ormas keagamaan lantaran ingin meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menurut Yusri, uang pembinaan Ormas keagamaan sudah dianggarkan di APBN dan APBD sejak dahulu.

“Mungkin disalurkan melalui Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri dan Pemda dari Provinsi hingga Kabupaten dan Kota, bahkan mungkin di tingkat Kecamatan ada dana pembinaan untuk Ormas keagamaan,” kata Yusri.

“Saya saja pada tahun 1980 sebagai Ketua Umum Anak Medan di Jogja, setiap kegiatan besar sering dapat bantuan dari Walikota Jogja dan Dinas P&K Jogja, padahal itu ormas kedaerahan lho,  gimana Ormas Keagamaan tingkat nasional yang sangat diharapkan membina umatnya jika tidak disediakan anggaran tentu akan merusak akal sehat kita?,” lanjut Yusri.

Yusri menambahkan, CERI juga mendorong Ormas keagamaan untuk fokus pada pembinaan umat dan tidak ikut tercemar, bahkan sampai dapat merusak nama baik dengan bergelut di bisnis tambang, yang berpotensi dapat merusak lingkungan, apalagi  harus diakui banyak wilayah pertambangan terlihat telah merusak lingkungan dan di sering disebut banyak mafianya di berbagai media.

Baca Juga :   PKB Tetap Pede Kendati Hasil Survei Sebut Mereka Bukan Partai Favorit Warga NU

Terkait penerbitan izin tambang, Yusri Usman mengutip penjelasan Dr Simon Sembiring, mantan Dirjen Minerba dan arsitek UU Minerba Nomor 4 tahun 2009 kepadanya. Simon Sembiring mengaku terkejut atas hilangnya Pasal 165 UU Nomor 4 Tahun 2009 di Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pasal 165 UU Nomor 4 Tahun 2009 berbunyi, “Setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR, atau IUPK yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah.”

“Wah, Bahlil dan Arifin Tasrif tak bisa dipidana katanya,” ungkap Yusri menirukan keterangan Dr Simon Sembiring setengah berkelakar.

Yusri  juga mengungkap, sebelumnya relinquish atau pelepasan lahan PKP2B dijadikan sebagai Wilayah Pencadangan Negara (WPN), untuk dapat dijadikan konversi energi dan cadangan ketahanan energi di masa depan.

Artikel Terkait

Leave a Comment