samudrafakta.com

Ketika Kampus-Kampus Menyampaikan “Teguran Keras”  untuk Presiden Jokowi

Sejauh Mana Seruan Moral Ini Didengar dan Berdampak?

Sejawaran dan akademisi, Andi Achdian, mengatakan seruan moral dari akademisi atau para intelektual sejatinya masih dihormati di masyarakat Indonesia, karena posisi mereka yang bebas kepentingan politik.

Suara para intelektual itu, kata Andi, diyakini menyuarakan sesuatu yang bisa dipercaya selain dari pihak yang memiliki ‘kekuatan’. Merujuk pada sejarah kontemporer di Indonesia, lanjutnya, pernyataan para intelektual didengar dan punya dampak yang luas.

Di masa Orde Baru, hal itu terlihat kala akademisi menyampaikan keresahan mereka atas krisis politik di pemerintahan Soeharto, yang kemudian membuat mahasiswa dan buruh turun ke jalan untuk menggulingkan kekuasaannya. Kini, menurut dia, situasi krisis politik itu sedang terjadi.

“Jadi, sense of crisis mulai mengental. Jadi semua bayangan yang buruk ada dalam situasi sekarang,” katanya, dikutip dari BBC Indonesia, Sabtu (3/2).

Tetapi, Andi ragu seruan moral yang dilayangkan para sivitas akademika saat ini bisa menggerakkan seluruh lapisan masyarakat untuk memengaruhi keputusan politik pemerintah yang dianggap kebablasan.

Baca Juga :   Jokowi soal Putusan MK: Tuduhan Kecurangan Pemerintah Tak Terbukti, Saatnya Bersatu

Apalagi diwarnai oleh persoalan politik massa mengambang—yang dimaknai sebagai sekelompok orang yang tidak memiliki ideologi partai politik tertentu, sehingga pilihan politiknya sangat kondisional atau rawan diarahkan pada politik uang.

Karena itulah seruan-seruan moral yang disuarakan itu hanya akan sampai di kalangan terdidik atau kelas menengah. “Masyarakat kelas bawah tidak akan terpengaruh karena tidak ada sentimen krisis ekonomi,” kata Andi.

“Saat ini kita hanya ketemu di krisis politik, belum krisis ekonomi, karena ekonomi cenderung stabil, dan dia [Presiden Jokowi] memainkan bansos. Jadi, ada rem untuk orang marah,” jelas Andi.

“Ini [seruan] tidak akan menjadi ledakan besar,” kata dia

Namun demikian, kata Andi, seruan moral dan manifesto dari sivitas tersebut semakin menguatkan ketidakpercayaan publik bahwa Jokowi bakal bersikap netral pada Pemilu 2024 mendatang.

Dan di dalam kabinetnya, akan terjadi gonjang-ganjing yang membuat sejumlah jajarannya mundur. “Pembantunya mundur kan itu sinyal kekuasaan Jokowi sudah retak.”

“Dia [Presiden Jokowi] kemudian akan bertumpu pada orang-orang kepercayaannya yang lingkarannya makin mengecil. Meskipun saya yakin, dia akan pertaruhkan semuanya. Sebab kalau Prabowo-Gibran kalah dia akan habis,” pungkas Andi.

Baca Juga :   Server SiRekap Disebut Berada di Luar Negeri, KPU RI Berkukuh di Dalam Negeri

Respons Pemerintah

Menanggapi maraknya seruan dari sivitas akademika ini, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan, dalam negara demokrasi, kebebasan untuk menyampaikan pendapat, seruan, petisi maupun kritik harus dihormati.

Pada Kamis,1 Februari 2024, Presiden Jokowi telah menegaskan “freedom of speech” adalah hak demokrasi. Kritikan, kata Ari, adalah vitamin untuk terus melakukan perbaikan pada kualitas demokrasi di negara kita.

Demikian pula perbedaan pendapat, perbedaan perspektif, perbedaan pilihan politik adalah sesuatu yg sangat wajar dalam demokrasi, kata Andi. Apalagi di tahun politik, jelang Pemilu, pertarungan opini pasti terjadi.

Tetapi, dikutip dari BBC News Indonesia, terkait maraknya seruan sivitas akademika itu, menurut dia, “Terlihat ada upaya yang sengaja mengorkestrasi narasi politik tertentu untuk kepentingan elektoral.”

“Strategi politik partisan seperti itu sah-sah saja dalam ruang kontestasi politik. Namun, ada baiknya, kontestasi politik, termasuk dalam pertarungan opini, dibangun dalam kultur dialog yang substantif dan perdebatan yang sehat,” imbuh Ari,

Ari menyatakan bahwa Presiden tetap berkomitmen untuk melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi sesuai nilai-nilai Pancasila dan koridor konstitusi.❒

Baca Juga :   Jatim Tempati Posisi Ketiga Indeks Kerawanan Pemilu

FOTO: Presiden Jokowi mendapat kritik terkait etika demokrasi dalam Pemilu 2024 dari beberapa kampus di Indonesia. (Foto Kompas)

 

Artikel Terkait

Leave a Comment