samudrafakta.com

Kapal-kapal Perang Buatan Uni Soviet Ini Menyokong Perjuangan Republik Indonesia

Sejarah Indonesia mencatat bahwa negara ini memanfaatkan berbagai sumber daya dan kerja sama internasional untuk memperkuat kemampuan pertahanannya. Dan salah satu aspek yang memainkan peran krusial dalam bidang pertahanan Indonesia pada masa-masa awal kemerdekaan hingga dekade 1960-an adalah kerja sama dengan Uni Soviet dalam pengadaan kapal-kapal perang modern masa tersebut.

Hubungan Uni Soviet dan Indonesia pasca-Perang Dunia II mulai berkembang dengan pesat sejak keduanya menjalin hubungan diplomatik pada tahun 1950. Ketika itu Uni Soviet membutuhkan sekutu, sedangkan Indonesia membutuhkan dukungan dalam menyingkirkan sisa-sisa Pemerintahan Kolonial Belanda.

Keberadaan kapal-kapal perang buatan Uni Soviet yang digunakan Indonesia ini tidak hanya melengkapi arsenal angkatan laut Indonesia, tetapi juga mencerminkan hubungan diplomatik yang erat antara kedua negara.

Berdasarkan catatan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (RI), Uni Soviet mengapresiasi kelahiran Indonesia sebagai negara merdeka dan secara tegas mengecam semua bentuk kolonialisme. Sikap ini diungkapkan berulang kali dalam berbagai pertemuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan organisasi internasional lainnya.

Uni Soviet berulang kali mempertegas perhatiannya terhadap situasi di Indonesia serta menyerukan kepada PBB untuk menghentikan agresi militer yang dilakukan oleh Belanda. Selain itu, Uni Soviet juga mendorong komunitas internasional untuk mengakui kemerdekaan Indonesia. Upaya ini terlihat dalam beberapa kesempatan, seperti dalam rapat Dewan Keamanan PBB di London pada tanggal 21 Januari 1946.

Baca Juga :   Sunan Giri (2): Membangun Peradaban Islam-Jawa Berbasis Pegon dan Reformasi Seni Pertunjukan

Ikatan antara Indonesia dan Uni Soviet semakin erat seiring berjalannya waktu. Hingga akhirnya kedua negara setuju untuk membuka hubungan diplomatik pada tanggal 25 Januari 1950. Pada tanggal 16 Mei 1950, kedua negara sepakat mendirikan kedutaan besar masing-masing, yang kemudian diwujudkan dan berkembang menjadi berbagai bentuk kerja sama nyata, termasuk dalam bidang militer.

Puncak hubungan Indonesia dan Uni Soviet terjadi pada rentang waktu 1956-1962, tercermin melalui kunjungan timbal balik antara para pemimpin kedua negara tersebut. Presiden Sukarno melakukan kunjungan ke Moskow pada tanggal 28 Agustus — 12 September 1956. Tahun berikutnya, giliran Ketua Presidium Uni Soviet Tertinggi K.Y. Voroshilov mengunjungi Jakarta. Lalu, pada bulan Februari 1960, Perdana Menteri Nikita Khrushchev mengunjungi Indonesia, yang dibalas kunjungan Presiden Sukarno ke Uni Soviet pada bulan Juni 1961.

Selama periode tersebut, berdasarkan catatan Kementerian Luar Negeri RI, berbagai kesepakatan penting dicapai di berbagai bidang: mulai dari politik, ekonomi, sosial budaya, kemanusiaan, hingga militer. Bentuk kerja sama tersebut, antara lain, melibatkan pemberian bantuan keuangan, pembangunan proyek infrastruktur, dan penyediaan peralatan militer. Seluruhnya berasal dari pihak Uni Soviet untuk Indonesia.

Baca Juga :   Putus Sekolah untuk Jualan Tahu karena Ibu Harus Cuci Darah dan Ditinggal Ayah

Sebagai negara maritim, Indonesia memahami betul pentingnya pertahanan laut. Dan di era 1960-an, berkat kerja sama dengan Uni Soviet, Indonesia memiliki sedikitnya 104 kapal perang. Wilayah Nusantara pun dipagari oleh 12 kapal selam, 1 kapal penjelajah, 7 kapal perusak, 7 frigat, 62 kapal perang ukuran kecil, dan kapal tambahan lainnya. Dengan itu pula, Indonesia menjadi salah satu negara dengan kekuatan laut terbesar di Asia.

Lalu, apa saja kapal dari Uni Soviet yang telah membantu menjaga Indonesia itu? 

Berikut ini kapal-kapal perang yang pernah memperkuat armada laut Indonesia, baik kapal yang masih aktif dan nonaktif dari tugasnya ataupun hancur dalam pertempuran, dikutip dari instagram @koarmada2.

1. Kapal Penjelajah (Cruiser) Kelas Sverdlov: KRI Irian 201

KRI Irian dibuat untuk AL Uni Soviet dan dibeli oleh Indonesia pada tahun 1962. Kapal ini tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, pada 5 Agustus 1962. KRI Irian pun menjadi kapal perang terbesar di belahan bumi selatan. 

Dalam sejarah Militer Soviet, tidak pernah negara pemimpin Blok Timur itu menjual kapal dengan bobot seberat ini kepada negara lain, kecuali kepada Indonesia. KRI Irian pun menjadi berita besar kala itu, sebagai bentuk kesiapan dan keseriusan Indonesia dalam operasi TRIKORA merebut Irian Barat dan mengusir Belanda. 

Baca Juga :   Menggali Akar Sukarno di Jawa Timur
Kapal Penjelajah (Cruiser) Kelas Sverdlov: KRI Irian 201. (Dok. Koarmada 2 TNI AL)

Kehadiran kapal ini memberikan efek psikologis bagi kapal perang AL Belanda, terutama kapal Induk Belanda Kareel doorman. AL Belanda pun mengurangi kehadirannya di perairan Irian Barat secara drastis. Hingga akhirnya pada 1 Oktober 1962 Belanda menyerahkan otoritas administrasi Papua kepada United Nations Temporary Executive Authority atau UNTEA. Dan akhirnya, pada 31 Desember 1962, kekuasaan de jure Indonesia atas tanah Papua dimulai—di bawah pengawasan PBB.

Artikel Terkait

Leave a Comment