samudrafakta.com

Soal Larangan Pembangunan Rumah Ibadah, Jokowi: Konstitusi Jangan Kalah oleh Kesepakatan

(Dok. Sekretariat Negara)

JAKARTA | SAMUDRA FAKTA—”Jangan sampai yang namanya konstitusi itu kalah oleh kesepakatan. Konsitusi tidak boleh kalah dengan kesepakatan,” kata Presiden Joko Widodo alias Jokowi, menanggapi  soal masih adanya larangan pendirian rumah ibadah di Indonesia. Jokowi menyampaikan itu di depan ratusan kepala daerah yang hadir dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepala Daerah dan FKPD seluruh Indonesia di Sentul International Convention Center, Jawa Barat, Selasa, 17 Januari 2022.

Jokowi juga meminta agar penegak hukum, seperti Dandim, Kapolres, Kapolda, Pangdam, Kejari, Kejati, memahami aturan dasar ini. Sebab, kebebasan beribadah, termasuk mendirikan rumah ibadah, dijamin oleh UUD 1945.  Sedangkan larangan pendirian itu hanya berdasarkan kesepakatan.

Kesepakatan yang disinggung Jokowi, yang melarang pendirian rumah ibadah itu, misalnya, kesepakatan rapat Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) atau peraturan Wali maupun maupun Instruksi Bupati yang tidak memperbolehkan pendirian rumah ibadah. Semua kesepakatan tersebut jelas berada di bawah UU.

“Kadang-kadang saya berpikir, sesusah itukah orang yg akan beribadah? Sedih itu kalau kita mendengar,” kata Jokowi.

Jokowi menegaskan bahwa semua umat beragama di Indonesia memiliki hak yang sama dalam beribadah. “Hati-hati lho, kita semua harus tahu masalah ini (pelarangan pembangunan rumah ibadah—red). Konstitusi kita memberikan kebebasan beragama dan beribadah, meskipun hanya satu, dua, tiga kota atau kabupaten (yang melarang pendirian tempat ibadah), tapi hati-hati mengenai ini,” kata Jokowi.

Baca Juga :   Jokowi Disebut “Cawe-Cawe” Kabinet Prabowo hingga Titip Pratikno, Gibran: Hanya Memberi Masukan

Sekadar diketahui, di beberapa daerah, pendirian tempat ibadah maupun aktivitas peribadatan masih sering menjadi masalah. Salah satu polemik pendirian rumah ibadah yang pernah muncul adalah rencana pembangunan gereja di tanah milik Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Maranatha, di lingkungan Cikuasa, Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon, Banten. Rencana ini mendapatkan penolakan dari sejumlah elemen masyarakat hingga perangkat daerah Kota Cilegon.

HKBP Maranatha Cilegon telah berdiri sejak 25 tahun lalu, namun sampai saat ini masih di bawah pelayanan HKBP Resort Serang. Mereka berencana mendirikan rumah ibadah di Cilegon karena tidak semua jemaat bisa tertampun di Gereja HKBP Kota Serang.

Panitia Pembangunan Rumah Ibadah HKBP Maranatha mengklaim telah mendapatkan validasi 112 jemaat dari total 3.903 jiwa, atau 856 kepala keluarga yang tersebar pada delapan Kecamatan di Kota Cilegon.

Selain itu, panitia juga mengklaim sudah mendapatkan dukungan dari 70 warga yang berada di lingkungan Kelurahan Gerem. Mereka juga telah mengajukan permohonan validasi domisili sejak 21 April 2022 kepada Lurah Gerem, Rahmadi. Namun, Lurah Gerem tidak berkenan memberikan validasi atau pengesahan 70 dukungan warga dengan alasan tidak jelas.

Sedangkan menurutu Wali Kota Cilegon Helldy Agustian, pembangunan gereja itu masih belum memenuhi syarat Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006. Dengan alasan itulah dia ikut menandatangani penolakan pembangunan gereja tersebut pada 7 September 2022.

Baca Juga :   Relasi 'Saling Kunci' Jokowi dan Prabowo, Apakah Bakal Jadi Fondasi Hubungan yang Awet dalam Politik?

Menurut Helldy, ada beberapa persyaratan yang belum terpenuhi, seperti validasi dukungan masyarakat sekitar lokasi gereja, rekomendasi Kantor Kemenag Cilegon, dan rekomendasi FKUB.

Untuk diketahui, hingga saat ini tidak ada satu pun tempat ibadah umat non-Islam berdiri di Cilegon. Data resmi negara tahun 2019 mencatat ada 382 masjid dan 287 musala di Cilegon, namun tidak ada satu pun gereja, pura, maupun wihara yang tercatat. Sementara itu, jumlah warga non-Muslim di Kota Cilegon tidak sedikit, yaitu 6.740 orang warga Kristen, 1.743 warga Katolik, 215 warga Hindu, 215 warga Buddha, dan tujuh warga Konghucu.

Kala itu Wakil Presiden Ma’ruf Amin ikut menegaskan bahwa rumah ibadah yang telah memenuhi syarat pendirian dari lembaga atau instansi terkait dapat berdiri atau dibangun. “Kalau (syarat) sudah terpenuhi harus (berdiri), tapi kalau belum terpenuhi, jangan sampai mengaku ini sudah terpenuhi, ini mengaku belum. Nanti diverifikasi saja, diteliti saja benar tidak, sehingga tidak ada lagi yang menyebabkan konflik karena sudah tidak ada,” kata Wapres Ma’ruf Amin, di sela kunjungan kerjanya di Pontianak, Kalimantan Barat, 22 September 2022.

Baca Juga :   Megawati Bertemu Jokowi Empat Mata, Dukung Pemilu Digelar Sesuai Jadwal

Peraturan yang dimaksud Wapres adalah adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 terkait Pendirian Rumah Ibadah.

“Nah, dalam masalah pembuatan rumah ibadah itu sudah ada aturannya, yang diwujudkan dalam bentuk PBM. Namanya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. Isinya sebenarnya merupakan kesepakatan majelis-majelis agama yang waktu itu karena ada konflik-konflik rumah ibadah,” kata Ma’ruf.

Dengan adanya konflik-konflik untuk mendirikan rumah ibadah, menurut Wapres, maka dibuatlah peraturan yang isinya merupakan kesepakatan para majelis agama.

“Jadi, aturan mendirikan rumah ibadah sudah ada pedomannya, bukan hanya peraturan menteri. Jiwanya adalah kesepakatan majelis-majelis agama, seperti majelis ulama, Matakin (Majelis Tinggi Agama Konghucu), PGI, KWI itu majelis majelis agama, kemudian adanya FKUB yang ada di provinsi sehingga setiap ada konflik itu bisa diantisipasi,” kata Ma’ruf.

Oleh karena itu, kata Ma’ruf, kasus-kasus pendirian rumah ibadah di daerah seharusnya tidak terjadi apabila semua pihak mengikuti aturan yang berlaku. “Kalau syarat sudah dipenuhi, tidak ada alasan untuk menolak. Tapi, kalau syarat belum dipahami, maka tidak boleh suatu agama memaksakan kehendaknya, karena syaratnya belum dipenuhi,” ujar mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini.

(Farhan | Pram)

Artikel Terkait

Leave a Comment