samudrafakta.com

Jika Kabar Intervensi Kasus E-KTP Benar-Benar Diusut, Sepertinya Bukan Jokowi yang ‘Kegocek’

Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo menceritakan intervensi Presiden Jokowi terhadap kasus e-KTP di tengah suhu politik yang kian gerah. Rival-rival Jokowi yang sedang giat memanaskan isu mahkamah keluarga dan politik dinasti mendapat amunisi tambahan untuk menginvasinya secara politis. Apakah Jokowi bakal habis?

Tunggu dulu. Ojo kesusu. Mari kita coba bikin abstraksi dari berbagai sudut pandang, untuk memprediksi berbagai probabilitas dari peristiwa ini.

Kita mulai dari sudut pandang pembuktian.

Sejauh ini, Agus Rahardjo sepertinya belum bisa membuktikan secara materiil atau secara objektif, apakah yang dia ceritakan itu nyata atau fiktif. Dua mantan ajudannya, yang menurut Agus menjadi saksi pertemuan tersebut, sepertinya memilih bungkam.

Agus tidak punya saksi yang memvalidasi ceritanya, selain dirinya sendiri.

Sementara pihak ‘sana’ yang disebut Agus Rahardjo terlibat peristiwa yang dia maksud, seperti Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Presiden Jokowi, membantahnya.

Jikapun publik mempercayai Agus dengan pertimbangan rekam jejaknya yang dinilai clean selama mengetuai KPK—sehingga semua perkataannya dinilai jujur—itu masih belum cukup untuk membuktikan bahwa peristiwa yang diceritakanya benar-benar terjadi dan bisa divalidasi secara objektif.

Baca Juga :   Jadi Tersangka Dugaan Korupsi, Ini Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Dalam hal pembuktian suatu peristiwa, terutama dari sudut pandang hukum, berlaku rumus unus testis nullus testis, atau satu saksi bukanlah saksi. Kesaksian tunggal dinilai tidak bisa membuktikan bahwa suatu peristiwa benar-benar ada. Agus Rahardjo pasti paham rumus ini. Maka, dari sisi ini, Jokowi bisa dikatakan di atas angin.

Situasi ini malah membuka peluang bagi Jokowi untuk menyerang balik Agus Rahardjo dengan tuduhan pencemaran nama baik. Jika Jokowi melakukannya, sepertinya dia bakal menang. Jokowi punya dukungan dan saksi selain dirinya yang memperkuat bantahannya—yang memvalidasi bahwa peristiwa yang dikisahkan Agus Rahardjo tidak pernah ada. Namun, sepertinya Jokowi tidak mengambil opsi ini.

Mungkin bagi sebagian orang, terutama yang percaya pada ketulusan Agus di satu sisi, dan sangat apatis terhadap Jokowi di sisi lain, kenyataan ini menyakitkan. Tetapi, mau bagaimana lagi? Lha wong aturan yang berlaku di negara ini memang seperti itu.

Segala peristiwa harus bisa dibuktikan secara materiil-empiris. Secara indrawi. Untuk itu, harus ada lebih dari satu saksi dan bukti pendukung untuk memvalidasi sebuah peristiwa. Fakta objektif tidak bisa divalidasi hanya dengan keterangan satu orang, apalagi berdasarkan perasaan atau keyakinan—yang tak bisa dilihat, diraba, dan diterawang.

Baca Juga :   Setelah AHY Jadi Menteri, Apa Kabar Buku "Pilpres 2024 & Cawe-Cawe Presiden Jokowi: The President Can Do No Wrong" karya SBY?

Itu tadi dari aspek pembuktian, yang sepertinya bakal sulit.

Namun, sepertinya perlu juga dibikin abstraksi dari sudut pandang sebaliknya.

Misalkan Pak Agus bisa membuktikan ceritanya secara objektif. Katakanlah dia punya bukti pertemuannya dengan Jokowi, entah dalam bentuk rekaman, notulensi, atau mantan-mantan ajudannya tetiba berubah pikiran dan mau bersaksi. Singkat kata, momen intervensi itu disepakati sebagai fakta yang tervalidasi. Maka dari itu, peristiwa tersebut akhirnya diusut, entah melalui jalur hukum maupun upaya politis.

Apakah Jokowi bakal habis? Tunggu dulu. Ojo kesusu.

Artikel Terkait

Leave a Comment