samudrafakta.com

Jihad Literasi Pesantren Kreatif Baitul Kilmah (2):  Membentuk Santri sebagai Penulis, Penerjemah, Sekaligus Kreator

Santri Ponpes Kreatif Baitul Kilmah, Bantul, dididik untuk menjadi penulis, penerjemah, dan kreator konten. FOTO: SF/Imam Nawawi

Penguasaan disiplin ilmu pada naskah sumber sangat penting karena menentukan ketepatan pemahaman pada hasil terjemahan. Problem ini hanya bisa diatasi dengan diskusi dan pengayaan informasi.

Ketiga, penguasaan terminologi-terminologi teknis dari ilmu dalam naskah sumber. Penulis maupun penerjemah juga tidak cukup menguasai disiplin ilmu dalam naskah sumber. Sebab, setiap disiplin ilmu kerap mengandung diksi-diksi maupun istilah-istilah spesifik yang khas disiplin tersebut. Problem ini tidak bisa diatasi oleh hanya ilmu alat, melainkan butuh pada pengayaan informasi komprehensif dan diskusi intensif.

Keempat, penggunaan kaedah-kaedah bahasa Indonesia secara baik.  Hal ini dianggap penting, karena sering kali penerjemah lebih berpihak pada kultur bahasa sumber dari pada kultur bahasa sasaran (Indonesia). Jika kaedah bahasa Indonesia tidak dikuasai, maka produk terjemahan sulit dipahami oleh pembaca Indonesia.

Empat tahapan di atas adalah hasil refleksi pengelola lembaga pendidikan di Baitul Kilmah, sebagai panduan teknis untuk menjadi penulis, khususnya penerjemah. Mungkin tidak ada yang baharu dibandingkan apa yang diajarkan pada pondok pesantren maupun perguruan tinggi, tetapi sebagai refleksi atas pengalaman lapangan, empat tahap tersebut cukup mengantarkan santri menjadi penulis, penerjemah, dan kreator tulisan.■ bersambung

Baca Juga :   Mengenal Tugas dan Fungi Petugas Haji Indonesia, Posisi yang Perekrutannya Jadi Polemik di Kemenag DIY

Artikel Terkait

Leave a Comment