samudrafakta.com

Disebut Terima Suap untuk Hentikan Perkara, Mantan Wamenkumham Resmi Jadi Tersangka KPK

JAKARTA—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy Hiariej sebagai tersangka suap. Eddy diduga menyalahgunakan kewenangannya membantu sebuah perusahaan bernama PT CLM untuk membuka blokir dari sistem Kemenkumham secara ilegal, juga menyanggupi menghentikan proses hukum yang sedang berjalan di Mabes Polri.

Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, perkara berawal dari sengketa kepemilikan perusahaan bernama PT Citra Lampia Mandiri (CLM). “Berawal dari terjadinya sengketa dan perselisihan internal di PT CLM dari tahun 2019 sampai dengan 2022, terkait status kepemilikan,” kata Alex dalam konferensi pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis malam (7/11/2023). 

Eddy menerima duit total Rp8 miliar untuk mengurus sengketa perusahaan itu. Eddy juga disebut menjanjikan penghentian perkara. Dia juga diduga minta duit untuk pencalonan ketua persatuan olahraga tenis. Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan Direktur Utama PT CLM Helmut Hermawan sebagai tersangka. 

Kasus bermula ketika Helmut mencari konsultan hukum untuk menyelesaikan sengketa perusahaanya, di mana akbiat sengketa itu, hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT CLM terblokir dalam Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Kemenkumham. Pilihannya pun jatuh pada Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej. 

Baca Juga :   Terima Suap, Mantan Menteri Kehakiman Divonis Hukuman Mati

Pada April 2022, Helmut, staf, pengacara PT CLM, Eddy, pengacara bernama Yosi Andika Mulyadi (YAM), dan asisten pribadi Eddy bernama Yogi Arie Rukmana (YAR) bertemu di rumah dinas Eddy. Helmut meminta bantuan Eddy untuk membuka blokir PT CLM.

“EOSH (Eddy Hieariej) kemudian menugaskan YAR dan YAM sebagai representasi dirinya. Besaran fee yang disepakati untuk diberikan HH (Helmut) pada EOSH sejumlah sekitar Rp4 miliar,” kata Alex. Dengan Rp4 miliar dan bantuan Eddy itulah akhirnya blokir PT CLM bisa dibuka kembali.

Rupanya, selain perkara tersebut, Helmut juga punya kasus di Bareskrim Polri. Dia ingin bebas dari masalah itu. Eddy pun disebut bersedia membantunya, dengan menjanjikan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Namun, janji itu tidak gratis.

“EOSH bersedia dan menjanjikan proses hukumnya dapat dihentikan melalui SP3, dengan adanya penyerahan uang sejumlah sekitar Rp3 miliar,” tambah Alex.

Selain itu, menurut Alex, Helmut juga memberikan uang Rp1 miliar ke Eddy untuk keperluan Eddy menjadi ketua organisasi tenis. “HH kembali memberikan uang sejumlah sekitar Rp1 miliar untuk keperluan pribadi EOSH maju dalam pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti),” kata Alex. 

Baca Juga :   Bupati Meranti Kena OTT KPK, Pernah Sebut Pegawai Kemenkeu Iblis

Dengan demikian, menurut temuan KPK, Eddy menerima duit haram senilai total Rp8 miliar. Duit-duit itu ditransfer rekening bank atas nama YAR dan YAN. Dalam kasus ini sudah ada empat tersangka, yakni Helmut yang ditahan, Eddy, Yosi, dan Yar.

Namun, terkait keterangan uang Rp1 miliar tersebut, Helmut Hermawan membantahnya. “Dari saya pribadi tidak ada (pemberian uang Rp 1 miiar),” kata Helmut saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (7/12).

Helmut, sebagai pihak pemberi suap, disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Artikel Terkait

Leave a Comment