samudrafakta.com

Cinta Tanah Air Itu Berwujud Kegiatan Filantropi

Rumah Syukur Layak Huni (RSLH) Shiddiqiyyah

Dalam satu tahun Masehi, Tarekat Shiddiqiyyah memiliki dua agenda pembangunan RSLH untuk mensyukuri dua momen penting di Indonesia, yaitu Hari Kemerdekaan dan Sumpah Pemuda. Untuk mensyukuri Hari Kemerdekaan, program RSLH ditangani oleh Dibra. Sedangkan yang tasyakuran Sumpah Pemuda 28 Oktober, program RSLH dikomando oleh Organisasi Pemuda Shiddiqiyyah Front Ketuhanan Yang Maha Esa (Opshid FKYME).

RSLH dibangun berbasis teknologi smarthome dan memenuhi standar rumah layak huni Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), seperti: memiliki area seluas 7,2 meter2,  tinggi ruang minimal 2,8 meter, memiliki akses sanitasi yang layak dengan tersedianya fasilitas mandi-cuci-kakus (MCK), septic tanksaluran pembuangan air kotor dan limbah, serta tempat sampah.

RSLH mengusung desain modern, dengan relief cantik, kokoh menempel pada bangunan. Pembangunannya gratis, tanpa beban pungutan atau cicilan sepeser pun bagi penerima bantuan. Sasaran program RSLH ini bukan hanya warga Shiddiqiyah, tetapi juga warga di luar tarekat. Bantuan tidak memandang suku, ras, bahkan agama. Berdasarkan laporan Ibu Nyai Shofwatul Ummah, Ketua Umum Dhibra Pusat—sebagaimana dia sampaikan dalam sambutannya pada Tasyakuran Perayaan Isra’ Mikraj dan Hari Shiddiqiyyah ke-33—warga Shiddiqiyah juga berhasil mempersembahkan RSLH bagi keluarga pendeta Hindhu di Bali.

Baca Juga :   Mengenal Pesantren Pluralis-Multikultural yang Dibangun di Kediri
Doa sebelum memulai pembangunan RSLH. (Dok. Ist.)

Selain untuk mensyukuri nikmat kemerdekaan, RSLH juga dibangun untuk mensyukuri Sumpah Pemuda. Program yang berlangsung setiap bulan Oktober ini dikoordinir oleh Opshid FKYME. Menurut data Opshid, sudah ada 145 unit rumah senilai Rp5.719.447.000 yang telah mereka bangun dalam rangka Sumpah Pemuda ini. Bila ditotal dengan rumah yang dibangun untuk mensyukuri Kemerdekaan Indonesia, jumlahnya 1.677 unit, dengan nilai total Rp69.411.515.300. Rumah-rumah itu tersebar di Pulau Jawa, Madura, Bali, dan Sumatra.

Dana pembangunan yang sangat besar itu murni bersumber dari swadaya warga Shiddiqiyyah; tanpa ada sponsor dari pihak ketiga, funding luar negeri, maupun sumbangan negara. Proses pengerjaannya dilakukan secara gotong royong.

Pengerjaan RSLH secara gotong royong. (Dok. Ist.)

Untuk menentukan kriteria rumah yang bakal menerima bantuan, Dhibra dan Opshid berpedoman pada sistem survei Rumah Layak Huni Shiddiyyah dalam Risalah Dhilaalul Mustad’afin yang disusun oleh KH. Muchtar Mu’thi.

Kriterianya adalah, pertama, fakir, atau orang maupun keluarga yang tidak memiliki harta benda sama sekali. Ketentuan pengadaan tanah untuk penerima bantuan ini dimusyawarahkan dan dikoordinasikan antara pengurus Dhibra Pusat dengan Dhibra Perwakilan Daerah.

Baca Juga :   KH. Moch. Muchtar Mu’thi (2): Keturunan Nabi yang Membawa Pembaharuan Pengajaran Tarekat

Kedua, miskin. Untuk kriteria ini, calon penerima bantuan harus memiliki tanah sendiri atau tanah yang bersumber warisan maupun hibah yang sudah menjadi hak sendiri dan tidak bermasalah. Untuk itu, calon penerima bantuan harus bisa menunjukkan bukti kepemilikan berupa sertifikat yang disahkan oleh pemerintah dan dijamin keamanannya oleh instansi yang berwenang.

Ketiga, memiliki rumah kurang layak huni. Yang termasuk kriteria rumah seperti ini adalah, lantainya masih berupa tanah, kerangkanya dari bambu atau kayu yang sudah keropos atau rusak, dan berdinding bambu.

Keempat, penghasilan tidak menentu, tidak mencukupi untuk makan, keluarganya banyak, atau janda miskin yang mempunyai banyak putra dan putri. Dan kelima, keluarga yang memiliki banyak tanggungan.

RSLH dalam proses pembangunan (atas) dan setelah jadi (bawah). (Dok. Ist.)

 

Program bantuan rumah layak huni juga pernah diberikan kepada korban gempa bumi dan tsunami di Aceh pada tahun 2004. Pemberian bantuan tersebut merupakan instruksi langsung Sang Mursyid KH. Muchtar Mu’thi. Organisasi Shiddiqiyyah (Orshid) dan Dhibra langsung menindaklanjuti instruksi tersebut dengan membentuk panitia pembangunan.

Baca Juga :   Agama Bukan Candu, Tetapi Booster Kemandirian Ekonomi

Dari koordinasi tersebut, dipilihlah Warsito sebagai ketua panitia, dan wakilnya adalah Masyruhan Mu’thi, salah satu khalifah atau wakil Mursyid Shiddiqiyyah. Program tersebut diberi nama Rumah Instan Sederhana Sehat Anti Gempa (Risha). Yang bertugas menjadi inspirator adalah Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Orshid Jawa Barat Setyo Purnomo—seorang arstitek profesional. Setyo berhasil merancang rumah yang bisa dibangun dengan mudah dan sangat cepat, sesuai kebutuhan korban bencana alam yang membutuhkan rumah tinggal selekas mungkin.

Artikel Terkait

1 comment

Agama Bukan Candu, Tetapi Booster Kemandirian Ekonomi – samudrafakta.com 28 Februari 2023 at 16:54

[…] Baca Juga :   Cinta Tanah Air Itu Berwujud Kegiatan Filantropi […]

Reply

Leave a Comment