samudrafakta.com

Soto: Dibawa dari China, Meriah di Nusantara

Soto. Siapa orang Indonesia tak kenal menu satu ini? Soto adalah kuliner yang menyebar ke seantero Nusantara dan menjadi makanan populer dan mudah  ditemukan hampir di setiap kota di Indonesia. Jenisnya pun macam-macam: soto lamongan, soto madura, soto kudus, soto betawi, soto banjar, dan seterusnya. Namun demikian, kendati namanya beda-beda, tetap saja mereka tetap bersatu dalam soto.

Lalu, bagaimana ceritanya makanan ini bisa ada di Indonesia—hingga akhirnya seakrab dan semeriah itu bagi lidah pecinta kuliner Nusantara?

Jadi begini. Menurut penelitian Ary Budiyanto dan Intan Kusuma Wardani, bertajuk Menyantap Soto Melacak Jao To Merekonstruksi (Ulang) Jejak Hibriditas Budaya Kuliner Cina dan Jawa, (2013) yang dipublikasikan Institute for Research and Community Service Petra Christian University, ternyata soto ini berasal dari China.

Masih menurut hasil penelitian itu, istilah “soto” berasal dari makanan China yang dalam dialek Hokkian disebut cau do, jao to, atau chau tu, yang berarti “rerumputan” atau “jeroan berempah”. Kuliner ini pertama kali populer di wilayah Semarang, Jawa Tengah sekitar abad ke-19, setelah dibawa oleh imigran dari China.

Baca Juga :   Ini Dia 5 Tempat Makan Cromboloni Enak di Surabaya, Jangan Kelewat!

Pakar sejarah Asia Tenggara, Denys Lombard, juga mendukung tesis tersebut. dalam buku Nusa Jawa 2: Silang Budaya Jaringan Asia (2005), Lombard menulis bahwa para imigran dari China sudah menguasai  berbagai produksi  ekonomi, salah satunya dengan membuka berbagai jenis restauran di pesisir Nusantara sejak abad ke-18.

Menurut Lombard, banyak imigran China yang menjajakan kuliner yang mereka bikin dalam bentuk yang lebih sederhana dan merakyat, dengan menggunakan pikulan berkeliling kampung. Chau tu atau soto mereka jajakan dengan cara itu pula.

Awalnya, sebagaimana sajian aslinya yang ada di China, soto yang dijajakan oleh mereka memang mengunakan jeroan babi. Namun, berhubung mayoritas penduduk di Nusantara adalah Muslim, mereka mengubah bahannya menjadi daging ayam, kerbau, atau sapi beserta jeroannya.

“Dalam bentuk yang lebih sederhana dan merakyat, masakan China ditawarkan di jalan-jalan oleh para penjaja dengan pikulan. Masakan tertentu yang asalnya khas China, seperti soto ayam dan soto babat, [akhirnya] telah menjadi bagian masakan setempat,” tulis Lombard dalam bukunya.

Baca Juga :   Hati-hati, Jajanan Pasar Ini Bisa Sebabkan Asam Urat!

Artikel Terkait

Leave a Comment